REPUBLIKA.CO.ID, HAYWARD -- Robot menjadi fitur teknologi yang meninggat permintaanya ketika pandemi virus corona menyebar. Dapur menjadi salah satu tempat yang membutuhkan bantuannya agar bisa mengurangi jumlah manusia secara langsung.
Contoh saja rantai burger White Castle akan memanfaatkan lengan robot yang bisa memasak kentang goreng dan makanan lainnya pada musim gugur tahun ini. Robot dengan sebutan Flippy ini dibuat oleh Pasadena, Miso Robotics yang berbasis di California, Amerika Serikat (AS).
Wakil Presiden White Castle, Jamie Richardson, menyatakan, perusahaannya dan Miso telah membahas kemitraan selama sekitar satu tahun. Pembicaraan itu dipercepat ketika Covid-19 melanda AS.
Richardson mengatakan, robot dapat membebaskan karyawan untuk melakukan tugas-tugas lainnya. Manusia bisa melakukan kegiatan lebih rumit, seperti mendesinfektan meja atau menangani pesanan pengiriman yang semakin meningkat.
Di samping itu, dengan memanfaatkan robot, membuat kondisi menjadi lebih bebas sentuhan manusia. Artinya meminimalkan kontak di dapur yang menjadi pertimbangan penting bagi pelanggan saat ini.
"Dunia baru saja dibentuk kembali dalam hal pemikiran tentang keamanan pangan," kata Richardson.
Flippy saat ini dijual berharga 30.000 dolar AS, dengan biaya layanan bulanan 1.500 dolar AS. Pada pertengahan tahun depan, Miso berharap untuk menawarkan robot secara gratis, tetapi membebankan biaya bulanan yang lebih tinggi.
Layanan makanan robot adalah tren bahkan sebelum pandemi virus korona muncul. Hal ini terjadi saat rumah sakit, kafetaria kampus, dan lainnya berusaha memenuhi permintaan akan pilihan baru yang bisa 24 jam sambil menjaga biaya tenaga kerja tetap terkendali.
Robot sebagai juru masak telah lebih dulu muncul di tempat-tempat seperti Creator, restoran burger di San Francisco, dan gerai Dal.komm Coffee di Korea Selatan. "Saya berharap dalam dua tahun ke depan Anda akan melihat adopsi robot yang cukup signifikan di ruang makanan karena Covid" kata pendiri dan CEO Blendid, startup Silicon Valley, Vipin Jain.
Blendid membuat robot untuk mengolah berbagai smoothie segar dalam sebuah kios. Pelanggan dapat memesan dari aplikasi ponsel cerdas dan mengubah resep jika mereka menginginkan lebih banyak kale atau mengurangi jahe. Sekali atau dua kali sehari, karyawan Blendid mengisi ulang bahan-bahannya.
Memang masih segelintir yang beroperasi di sekitar San Francisco. Namun, sejak pandemi dimulai, Blendid telah memulai diskusi kontrak dengan rumah sakit, perusahaan, pusat perbelanjaan dan bahan makanan untuk membuka gerai.
Memanfaatkan robot sebagai juru masak tidak selalu berhasil. Spyce, sebuah restoran di Boston dengan dapur yang dikelola robot, ditutup pada November untuk memperlengkapi kembali menunya.
Zume, startup Silicon Valley yang membuat pizza dengan robot, menutup bisnis pizza-nya pada Januari. Mereka saat ini justru membuat masker wajah dan wadah bungkus yang dapat terurai secara hayati.
Direktur penelitian dari Food Futures Lab di Palo Alto, Institute for the Future yang berbasis di California, Max Elder, skeptis tentang masa depan robot meracik makanan saat pandemi mereda. "Makanan itu sangat pribadi, dan perlu melibatkan manusia," katanya.
Meski robot tidak dapat langsung menggantikan pekerja manusia, tetapi dapat menurunkan permintaan tenaga kerja. Contoh di Arkansas University untuk Ilmu Kedokteran di Little Rock, para pekerja biasanya menghabiskan enam jam per hari untuk menyiapkan salad grab and go di kafe 24 jam.
Tapi, dua tahun lalu, kampus memasang Sally, yang sekarang menghasilkan rata-rata 40 salad per hari. Sally memperbolehkan sekolah untuk menghapuskan lowongan bagi staf memasak.
Direktur Layanan Gizi Arkansas University, Tonya John, mengatakan kampus telah membeli tambahan Sally untuk digunakan para mahasiswa ketika kembali Agustus ini. Keputusan ini akan menghemat empat jam per hari untuk persiapan salad grab and go di kampus.
"Saya pikir pandemi telah membuat kita menyadari betapa kita membutuhkan lebih banyak peralatan seperti Sally," kata Johnson.