REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) melakukan sejumlah metode pengelolaan limbah radioaktif. Batan melakukan kompaksi, insenerasi, evaporasi dan imobilisasi untuk mereduksi volume limbah. Pengolahan limbah juga dilakukan untuk mengurangi paparan radiasi dari limbah radioaktif agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
"Pusat Teknologi Limbah Radioaktif adalah satu-satunya tempat pengelola limbah radioaktif di Indonesia," kata Kepala Bidang Pengelolaan Limbah Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) Batan Hendro dalam seminar virtual Pengelolaan Limbah Radioaktif dan Limbah B3 di Instalasi Bahan Bakar Nuklir, Jakarta, Selasa (7/7).
Hendro menuturkan limbah radioaktif memiliki bentuk cair, padat dan aerosol. Di PTLR, belum ada penyimpanan lestari. Sampai saat ini yang ada adalah penyimpanan sementara.
Pengolahan limbah radioaktif dilakukan sesuai dengan bentuk limbahnya. Pada limbah radioaktif berbentuk padat, dilakukan upaya berupa kompaksi atau pemadatan, insenerasi atau pembakaran dan imobilisasi.
Pada proses kompaksi, limbah awal yang diterima dari penghasil limbah ditampung dalam drum. Selanjutnya, ditekan atau dipadatkan dengan compactor berkekuatan 600 kiloNewton sehingga beberapa drum bisa menjadi satu drum.
Kemudian, dilakukan imobilisasi dengan menggunakan bahan pengikat seperti semen dan bitumen. Imobilisasi berguna untuk mencegah pergerakan radionuklida dalam limbah ke lingkungan. Limbah yang diimobilisasi adalah konsentrat evaporasi, abu insenerator, limbah padat hasil pengkompaksian.
Pengolahan limbah cair dilakukan dengan cara antara lain evaporasi dan penukar ion. Pengolahan limbah radioaktif berbentuk gas dilakukan dengan cara pengkondisian (kondisioning) di mana gas akan melewati alat penyaring untuk menangkap zat-zat radioaktif agar tidak keluar ke atmosfer.
PTLR Batan juga melakukan pengelolaan limbah biologis berupa binatang percobaan berbadan kecil yakni kurang dari 7,5 kilogram dengan kandungan radionuklida berumur paro lebih dari 150 hari.