Selasa 23 Jun 2020 16:51 WIB

Mengapa Jaga Jarak 1,5 Meter Dianggap Bisa Tangani Corona?

1,5 meter bukan angka ajaib, semakin jauh seseorang berjarak maka akan semakin aman.

Warga membaca Al-quran sebelum melaksanakan ibadah Sholat Jumat di Masjid Raya Bandung, Jalan Dalem Kaum, Kota Bandung, Jumat (12/6). Masjid Raya Bandung kembali menggelar sholat jumat dengan menerapkan protokol kesehatan dan jaga jarak fisik (physical distancing) antarsaf serta membatasi jumlah jamaah menjadi 30 persen dari kapasitas masjid
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga membaca Al-quran sebelum melaksanakan ibadah Sholat Jumat di Masjid Raya Bandung, Jalan Dalem Kaum, Kota Bandung, Jumat (12/6). Masjid Raya Bandung kembali menggelar sholat jumat dengan menerapkan protokol kesehatan dan jaga jarak fisik (physical distancing) antarsaf serta membatasi jumlah jamaah menjadi 30 persen dari kapasitas masjid

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama tiga bulan, banyak negara telah menaati aturan berjarak 1,5 meter. Penerapan ini dianggap menjadi salah satu cara untuk menurunkan penularan virus corona. Ini juga dilakukan di Australia.

Tapi aturan menjaga jarak setidaknya 1, 5 meter sekarang mulai dilonggarkan. Bahkan ada pula yang mulai meninjau kembali.

Baca Juga

Sama halnya dengan Australia, setiap negara di dunia memiliki aturan jarak pemisah yang berbeda-beda. Namun, saat ini, beberapa di antaranya sedang meninjau kembali aturan tersebut.

Bahkan sampai dua minggu yang lalu, belum ada bukti kuat apakah 'physical-distancing' atau 'social distancing' sebenarnya turut menekan penyebaran COVID-19.

Asal mula aturan besaran jarak 1,5 meter

Pemberlakuan jarak antar individu sudah dipercaya dapat meminimalisir risiko penularan penyakit melalui air liur sejak Perang Dunia I.

Bila seseorang memiliki penyakit seperti COVID-19 atau tuberkulosis, percikan air liur atau 'droplets' akan ikut terinfeksi dan menularkan saat 'mendarat' di bibir, mata, dan hidung orang lain.

Berdasarkan metode hitungan sederhana William Wells, insinyur Harvard, ketika sedang meneliti penyakit tuberkulosis, percikan air berukuran besar dapat terbang sejauh hampir 1 meter. Namun percikan tidak lebih dari 2 meter, sebelum akhirnya jatuh ke tanah.

Percikan ini dapat terbang sejauh 8 meter bila ada angin atau dikeluarkan melalui aktivitas yang disengaja, misalnya ketika bernyanyi.

Para ahli dan WHO juga menyetujui bukti bagaimana virus corona dapat menular melalui partikel kecil yang membentuk semacam awan, seperti asap rokok.

Partikel kecil ini dapat bertahan lebih lama dalam ruang tertutup, paling tidak selama beberapa menit, hingga maksimal dalam waktu beberapa jam.

Berdasarkan analisa ini, menentukan jarak 1 hingga 2 meter dipertanyakan kembali oleh beberapa ahli bidang kimia atmosfer dan dua orang epidemiolog di Australia.

Pernah diterapkan saat wabah sebelumnya

Epidemiolog dan penasihat WHO, Mary-Louise McLaws mengatakan anjuran jaga jarak 1 meter, hanya efektif dalam situasi di mana udara dalam sebuah ruangan tersaring.

"Pengaruh aliran udara belum diperhitungkan dari [aturan] besaran jarak 1 meter … dan ketika ditambahkan sebagai faktor, akan menjadi sangat menakutkan," katanya.

"Australia tentunya keliru bila melindungi diri dengan menerapkan jarak 1,5 meter … tapi (aturan ini berlaku) sebelum kami memahami pengaruh aliran udara."

Professor Mary-Louise berpendapat cara mengendalikan penularan belum sesuai dengan perkembangan ilmiah mengenai penularan virus melalui percikan dahak, baik dalam ukuran besar maupun kecil.

Allan Cheng, direktur pencegahan infeksi dan epidemiolog layanan kesehatan di Alfred Health, setuju bahwa pedoman tersebut harus diralat.

"Ini adalah hal lama yang terjadi sepanjang sejarah. Data di balik (pedoman) tersebut tidak kuat."

Namun, aturan besaran jarak 1 hingga 2 meter ini telah menjadi 'aturan praktis' dalam menghadapi penyebaran virus pernapasan, seperti di masa Ebola dan SARS.

'Semakin jauh semakin aman'

Selama ini, pedoman aturan jarak yang berlaku di seluruh dunia memang bercampur aduk. Departemen Kesehatan Australia mengatakan jarak 1,5 meter dianggap sebagai pilihan terbaik ketika mempertimbangkan penularan virus dari percikan air liur berukuran besar.

"Informasi ini berdasarkan pada apa yang selama ini diketahui tentang virus lain, seperti virus flu dan penularannya," ujar juru bicara Departemen Kesehatan Australia.

Singkatnya angka tersebut bukanlah 'angka ajaib' untuk menghindari penularan. Semakin jauh seseorang berjarak dari yang lainnya, semakin aman mereka.

"Ketika menjaga jarak 1,5 meter, anda belum pasti terhindarkan dari virus, bukan pula lebih berisiko jika virus bisa mencapai 1,49 meter," kata Profesor Allan.

Jaga jarak bukan satu-satunya

Penelitian yang didanai WHO dan diterbitkan di jurnal medis The Lancet awal bulan Juni 2020 memberikan kejelasan tentang bagaimana 'physical-distancing' dapat membantu membatasi penyebaran COVID-19. Sebelumnya, para ahli hanya menebak-nebak dan mereferensi dari sejarah.

Ulasan sistematis menemukan dengan menjaga jarak 1 meter, risiko menularkan virus turun 82 persen. Setiap meter yang ditambahkan ketika melakukan ‘physical-distancing’ melipatgandakan perlindungan.

"Hasil dari ulasan kami mendukung penerapan kebijakan 'physical-distancing' sejauh paling tidak 1 meter dan bila memungkinkan 2 meter atau lebih," bunyi jurnal tersebut.

Laporan tersebut, berdasarkan studi pengamatan COVID-19, SARS, dan MERS di 16 negara, juga mengulas efektivitas dari masker wajah, dengan tingkat perlindungan sebesar 85 persen dan pelindung mata, dengan efektivitas 75 persen.

"Langkah lainnya, seperti menjaga kebersihan tangan, masih perlu dilakukan sama halnya dengan penggunaan masker dan pelindung mata."

Profesor Mary-Louise mengakui bukti yang ada sebetulnya tidak sempurna, namun mengonfirmasi kenyataan bahwa orang-orang memang harus menjaga jarak, bukannya semakin mendekatkan diri satu sama lain.

WHO dapat mengubah aturan 1 meter

Awal bulan Juni 2020, WHO secara signifikan memperluas sarannya untuk memakai masker wajah, setelah beberapa bukti valid memberikan pencerahan soal masalah ini.

Sebelumnya, WHO merekomendasikan pemakaian masker hanya untuk petugas kesehatan, orang-orang dengan COVID-19 yang dikonfirmasi atau dicurigai dan perawat mereka. Sekarang, semua orang disarankan untuk memakainya jika kondisi jarak sosial tidak memungkinkan.

Profesor Mary-Louise mengatakan WHO bisa saja segera merubah aturan 1 meter oleh WHO seiring dengan berkembangnya penelitian. Namun, ia mengingatkan hal ini mungkin tidak terjadi dalam waktu dekat.

"Sangat sulit untuk mengubah bukti pengendalian penularan," katanya.

"Kami [WHO] telah dikritik karena lambatnya dalam mengubah aturan pengendalian penularan dan saya tidak menyalahkan orang yang mengkritik karena kami benar-benar perlu bertindak lebih cepat."

Pemerintah Australia telah mengonfirmasi kepada ABC bahwa peninjauan kembali soal menjaga jarak 1,5 meter saat ini tidak dipertimbangkan.

 

sumber: https://www.abc.net.au/indonesian/2020-06-22/penjelasan-mengapa-1,5-meter-dianggap-mampu-tangani-virus-corona/12380820

sumber : ABC.net
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement