REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sebuah studi baru tentang transfusi plasma konvalesen pada 20 ribu pasien virus corona, peneliti mengatakan pengobatan itu aman dan meningkatkan kelangsungan hidup pasien. Paneliti menawarkan bukti kuat terkait temuan itu.
Gagasan di balik terapi itu adalah plasma pasien virus corona yang baru pulih dari infeksi memiliki antibodi antivirus yang dapat digunakan mengobati pasien lain.
“Plasma konvalesen memiliki catatan sejarah yang kuat tentang beberapa kemanjuran saat infeksi akut selama pandemi,” kata penulis penelitian dilansir Fox News, Sabtu (20/6).
Penelitian itu menawarkan analisis lebih luas dengan laporan awal 5.000 pasien yang ditransfusikan plasma konvalesen. Pasien diberikan plasma melalui program akses yang dikembangkan Food and Drug Administration (FDA) AS dan Mayo Clinic.
Sepanjang 3 April hingga 11 Juni tahun ini, ada 21.987 pasien Covid-19 yang menerima transfusi plasma. Hampir semua pasien memiliki kondisi Covid-19 parah atau mengancam jiwa.
Para peneliti mengatakan, dalam penelitian yang lebih besar, frekuensi keseluruhan dari efek samping serius, hasilnya sangat rendah, yakni kurang dari 1 persen dari semua transfusi. Tingkat kematian dalam tujuh hari turun menjadi 8,6 persen, sementara laporan awal pada 5.000 pasien menunjukkan 12 persen kematian.
Beberapa penjelasan potensial untuk penurunan angka kematian adalah peningkatan komunitas perawatan kesehatan AS dalam mengelola pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dan ketersediaan lebih besar dari plasma darah yang disumbangkan bank darah. Artinya, pasien dapat menerima transfusi lebih awal dalam perjalanan perawatan.
Populasi donor plasma potensial juga telah bertambah. Akhirnya, para peneliti mendalilkan bahwa karena pasien Covid-19 yang pulih dirawat lebih cepat berkat sumbangan plasma, plasma mungkin mengandung tingkat antibodi penawar yang lebih tinggi. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi penjelasan potensial itu.