Senin 18 May 2020 11:09 WIB

Peneliti Ungkap Dunia yang Hilang di Afrika Selatan

Dunia yang hilang di Afrika Selatan terungkap lewat pemodelan iklim.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Foto pintu masuk gua di Pinnacle Point, Afrika Selatan pada 200 tahun lalu selama fase gletser dan permukaan laut yang lebih rendah (kiri) .  Foto kanan: Samudra berada dalam jarak beberapa meter dari gua pintu masuk pada saat air pasang.
Foto: fox news
Foto pintu masuk gua di Pinnacle Point, Afrika Selatan pada 200 tahun lalu selama fase gletser dan permukaan laut yang lebih rendah (kiri) . Foto kanan: Samudra berada dalam jarak beberapa meter dari gua pintu masuk pada saat air pasang.

REPUBLIKA.CO.ID, ARIZONA -- Para ilmuwan menemukan bukti situs arkeologi yang menakjubkan di Afrika Selatan. Penelitian baru juga menemukan dunia yang sebelumnya telah hilang.

Para peneliti di daerah itu selalu menghadapi tantangan dalam memahami konteks evolusi ini. Sebab, sebagian besar lanskap yang digunakan oleh orang-orang kuno yang tinggal di sana terendam air.

Baca Juga

Sisa-sisa arkeologis berasal dari gua dan daerah lain yang kini menghadap ke laut yakni Pinnacle Point. Penerbitan 22 artikel di Quaternary Science Reviews mengkaji dunia yang hilang ini dengan cara baru yang mendalam.

Hal ini berkat upaya Direktur Institute of Human Origins (IHO) Universitas Arizona, Curtis Marean. Peneliti mulai mengumpulkan tim untuk membangun ekologi lanskap kuno. Situs studi lapangan IHO Arizona State University mengungkap Pinnacle Point berada di pusat catatan kuno yang beragam dan kaya, baik secara geografis maupun ilmiah.

Ilmuwan mengungkap situs itu telah berkontribusi banyak bukti untuk kejadian penting yang berbeda dalam perjalan menuju evolusi modern umat manusia.

“Pertemuan makanan yang unik dari darat dan laut ini menumbuhkan budaya kompleks yang diungkapkan oleh arkeologi dan menyediakan pelabuhan yang aman bagi manusia selama siklus glasial. Ini mengungkapkan dataran itu dan membuat sebagian besar dunia tidak ramah terhadap kehidupan manusia,” kata Marean.

Pekerjaan dimulai dengan menggunakan model iklim regional Afrika Selatan yang memiliki resolusi tinggi. Model iklim itu berjalan di supercomputer Amerika Serikat (AS) dan Afrika Selatan sebagai cara untuk mensimulasikan kondisi iklim gletser.

Keluaran iklim itu, kemudian dimasukkan ke dalam model vegetasi yang memungkinkan para ilmuwan untuk menciptakan kembali lanskap vegetasi. Para ilmuwan kemudian memanfaatkan hal-hal, seperti geofisika laut dan penyelaman dalam pengumpulan sampel untuk memvalidasi model dan menyesuaikan hasilnya.

“Menarik inti dari semua penelitian ini menjadi satu masalah khusus menggambarkan semua ilmu ini,” kata Marean dalam sebuah pernyataan, seperti yang dilansir dari Fox News, Ahad (17/5).

Marean melanjutkan, ini merupakan contoh unik dari upaya paleosains transdisiplin yang benar dan model baru untuk maju dengan pencarian peneliti untuk menciptakan kembali sifat ekosistem masa lalu.

“Yang penting, hasil kami membantu memahami mengapa catatan arkeologi dari situs Afrika Selatan ini secara konsisten mengungkapkan awal dan tingkat perilaku dan budaya manusia yang kompleks,” ujarnya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement