REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di masa pembatasan sosial akibat penularan Covid-19, ternyata masyarakat tak hanya harus waspada terhadap ancaman kesehatan semata. Menurut buku elektronik yang disusun oleh BSA | The Software Alliance, kejahatan siber di era Covid-19 telah menjadi ancaman yang lebih besar dari sebelumnya.
Hal ini tecermin dengan lebih banyak perusahaan yang mengalami serangan para kriminal siber yang mengambil keuntungan dari situasi. Panduan ini merinci tantangan keamanan siber yang muncul di kawasan ASEAN sejak krisis Covid-19 dimulai dan menawarkan saran mengenai cara menghadapinya.
Senior Director BSA Tarun Sawney mengatakan, selama beberapa tahun, penting bagi para eksekutif perusahaan untuk lebih memperhatikan keamanan siber. Sekarang ini, menurutnya, ancaman terus meningkat. Dia mengatakan kawasan ASEAN sangat rentan untuk bertahan melawan.
"Kami berharap, dokumen ini dapat berlaku sebagai panduan untuk mengarahkan bisnis dan staf mereka yang bekerja jarak jauh ke arah yang aman dan berkelanjutan," ujar Sawney, beberapa waktu lalu.
Buku elektronik ini menawarkan deskripsi dari taktik kejahatan siber dan sasaran para eksekutif tentang melindungi karyawan mereka dari menjadi korban kejahatan. Dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana melatih karyawan mengidentifikasi potensi upaya phising.
Menurut Sawney, penggunaan perangkat lunak berlisensi penuh di seluruh jaringan perusahaan adalah langkah penting untuk melindungi perusahaan dari serangan malware. Salah satunya, karena pembuat perangkat lunak berlisensi secara teratur selalu memperbaiki kerentanan keamanannya.
Bertajuk Covid-19 dan Ancaman Siber di Asia Tenggara, buku elektronik ini menggambarkan banyaknya bisnis di kawasan Asia Tenggara yang menjadi lebih rentan terhadap ancaman daring. Terutama, dengan bertambahnya jumlah karyawan yang bekerja di luar jaringan perusahaan.