REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data terbaru dari satelit ruang angkasa mengungkap gambaran es di Antartika yang mencair dengan cepat. Pencairan es berpotensi meningkatkan permukaan air di seluruh dunia.
Informasi itu dipublikasikan dalam jurnal Science baru-baru ini yang membuat peneliti menyadari penyebab cepatnya es mencair disana. Para peneliti ingin mengetahui bagaimana pengikisan es yang mengarah ke lautan dan bagaimana dampaknya ke permukaan laut.
Para peneliti sudah mengetahui bahwa benua Antartika kehilangan massa akibat pemanasan global, terutama di bagian timur. Tapi Antartika kembali meraih pembekuan di sejumlah area seperti di bagian barat.
Penulis makalah itu, Helen A. Fricker menyebut peneliti mencoba mendalami hubungan pengikisan es dengan es yang bertahan beku. Namun upaya itu terhambat data lokasi di Antartika.
"Sekarang dengan hasil gambaran dari satelit kami para peneliti punya peta yang sama. Kami dapat meneliti dengan baik," kata Fricker yang juga ahli glaciologist dilansir dari New York Times pada Jumat, (1/5).
Pemantauan Antartika dilakukan dari satelit Ice, Cloud and land Elevation Satellite-2, (ICESat-2) yang diluncurkan pada 2018 oleh NASA. Tujuan satelit itu memang memantau bumi. ICESat-2 menggantikan ICESat-1 yang sudah usang karena masa pakainya hanya di 2003-2009.
ICESat-2 punya teknologi lebih canggih dibanding pendahulunya. Diantaranya memakai laser untuk mengukur ketinggian. Caranya dengan menembakkan energi photons ke permukaan bumi. Lalu energi photons terpantul dari permukaan ke satelit.
"Peralatan ini tak seperti yang kami miliki sebelumnya. Resolusinya begitu tinggi hingga bisa mendeteksi benda kecil di permukaan es," ujar penulis lainnya, Alex S. Gardner.
Peneliti menggunakan pengukuran ketinggian dari satelit untuk menentukan bagaimana keseimbangan massa Antartika. Ilmuwan membandingkan data pada yang berubah dari 2003 hingga 2019.
Secara keseluruhan, mereka melaporkan bahwa benua telah kehilangan es yang cukup untuk menaikkan permukaan laut sebesar enam milimeter, atau sekitar seperempat inci, selama periode waktu itu. Temuan itu konsisten dengan penelitian lain yang menggunakan data dari instrumen lain.
"Dalam banyak hal ini adalah pengukuran yang lebih definitif," kata Ben Smith, ahli glasiologi di University of Washington dan penulis penelitian.