Sabtu 25 Apr 2020 15:48 WIB

Studi Ungkap Fakta Baru Seputar Covid-19 pada Anak

Studi tentang Covid-19 melibatkan 1.065 pasien anak, sebagian besar dari China.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Bayi dipasangkan pelindung wajah (face shield) sebagai pelindung dari risiko terinfeksi virus corona. Studi yang sebagian besar melibatkan anak di China mengungkap, pasien cilik butuh dua pekan untuk sembuh.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Bayi dipasangkan pelindung wajah (face shield) sebagai pelindung dari risiko terinfeksi virus corona. Studi yang sebagian besar melibatkan anak di China mengungkap, pasien cilik butuh dua pekan untuk sembuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru mengungkapkan bahwa sebagian besar anak-anak yang terkena Covid-19 hanya menunjukkan gejala ringan. Selain itu, sebagian besar anak-anak yang terkena Covid-19 juga hanya membutuhkan waktu dua pekan untuk pulih.

Studi yang dimuat dalam JAMA Pediatrics ini melibatkan 18 peneltiian yang dilakukan selama periode Desember 2019 hingga 3 Maret 2020. Ada 1.065 pasien anak dengan rentang usia 18 tahun ke bawah yang dilibatkan dalam studi ini. Sebagian besar pasien anak yang terlibat berasal dari China.

Baca Juga

Terkait gejala, sebagian besar pasien anak yang terkena Covid-19 menunjukkan gejala demam, batuk kering, kelelahan, atau asimtomatik. Hanya dua pasien, yaitu bayi berusia 13 bulan dan bayi berusia 30 jam, yang menunjukkan kesulitan pernapasan ringan.

Sebagian pasien anak memang dirawat di rumah sakit. Akan tetapi umumnya pasien anak yang dirawat di rumah sakit hanya membutuhkan layanan suportif dan mereka kembali pulih dalam waktu satu hingga dua pekan.

"Secara umum, pasien anak dengan Covid-19 memiliki prognosis baik dan sembuh dalam satu hingga dua pekan setelah penyakit muncul," jelas tim peneliti seperti dilansir FOX News.

Tim peneliti mengatakan, belum ada kasus kematian pasien anak akibat Covid-19 di rentang usia 0 sampai 9 tahun saat studi berlangsung. Dari anak-anak yang terlibat dalam studi, hanya ada satu kematian pada kelompok usia 10-19 tahun.

Tim peneliti menyadari bahwa studi ini masih memiliki keterbatasan karena hanya berjalan selama periode tiga bulan. Selain itu, keberagaman pasien pun terbatas karena sebagian besar berasal dari China.

"Penyebaran infeksi SARS-CoV-2 yang cepat di dunia dan kurangnya data pasien anak di Eropa dan AS membutuhkan studi epidemiologi dan klinis lebih jauh untuk mengetahui strategi preventif dan terapeutik yang mungkin dilakukan," ujar tim peneliti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement