Kamis 23 Apr 2020 05:06 WIB

Limbah Masker Polusi Baru di Tengah Pandemi

Limbah masker dipilah dengan limbah rumah tangga demi hindari penyalahgunaan

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Pekerja menyelesaikan Alat Pelindung Diri (APD), masker bedah, dan baju hazmat. Limbah masker dipilah dengan limbah rumah tangga demi hindari penyalahgunaan. Ilustrasi.
Foto: Humas Pemprov Jawa barat
Pekerja menyelesaikan Alat Pelindung Diri (APD), masker bedah, dan baju hazmat. Limbah masker dipilah dengan limbah rumah tangga demi hindari penyalahgunaan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Masker dan sarung tangan plastik di masa pandemi virus corona seperti saat ini telah menjadi kebutuhan wajib masyarakat. Dari sekadar berbelanja dari pedagang yang melintas di depan rumah hingga saat berpergian, dua barang tersebut menjadi lumrah dikenakan.

Bahaya dari penggunaan masker sekali pakai secara berulang yang bisa menimbulkan infeksi kerap diabaikan masyarakat. Apalagi terkait dengan kepedulian orang untuk melakukan cara yang benar saat membuang limbah masker sekali pakai.

Baca Juga

Baru-baru ini, beredar video pendek truk pengangkut barang bekas tengah menjadi perbincangan di media sosial. Diunggah di akun Instagram @lambenyinyir_official, para pekerja diduga sedang mengangkut tumpukan masker bekas yang sudah disimpan di dalam beberapa karung. Meski belum bisa dipastikan kebenaran informasi tersebut, para warganet saling mengingatkan agar tidak lupa menggunting masker sebelum dibuang ke tempat sampah.

Sebelumnya, Perkumpulan Ahli Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental Scientists Association/IESA) memperingatkan akan terjadi penambahan limbah infeksius di tengah pandemi Covid-19. Studi kasus berdasarkan data dari China, yang lebih dahulu menghadapi wabah yang disebabkan virus corona jenis baru itu, memperlihatkan terjadi penambahan limbah medis dari 4.902,8 menjadi 6.066 ton per hari. Hal yang sama bisa terjadi di Indonesia seiring dengan bertambahnya kasus positif Covid-19.

Limbah masker medis dan benda penyerta, seperti sarung tangan plastik sekali pakai yang diperkirakan jumlahnya sangat besar, kelak akan menjadi ancaman tersendiri bagi lingkungan apabila sejak dini tidak segera ditangani secara baik. Limbah masker sekali pakai saat ini mudah ditemui dibuang orang di sembarang tempat dalam kondisi utuh.

Masker sekali pakai yang dibuang sembarang tersebut telah menimbulkan kekhawatiran para pegiat lingkungan. Ketika orang membuang masker secara sembarangan, yang terjadi sulit untuk bisa membedakan penggunaan masker oleh orang dengan kondisi kesehatan baik atau pun sedang berpenyakit.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Daerah Lampung meminta masyarakat untuk melakukan pemilahan limbah masker secara mandiri. Hal ini penting dilakukan demi mencegah pencemaran lingkungan di tengah pandemi Covid-19 karena masker bekas merupakan limbah berbahaya.

Walhi mendorong masyarakat mengantisipasi bercampurnya limbah masker dengan limbah rumah tangga dengan cara memilah limbah masker secara mandiri di rumah. Pemilahan limbah masker menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk mengantisipasi risiko penyalahgunaan limbah masker.

Limbah masker sekali pakai sebagai dampak merebaknya virus corona telah menjadi ancaman baru yang harus dicarikan solusinya. Di tingkat daerah, Dinas Lingkungan Hidup seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menerapkan protokol pengelolaan masker bekas dari rumah tangga. Protokol pengelolaan limbah B3 rumah tangga ini untuk mencegah penyebaran Covid-19.

DLH DKI Jakarta meminta masyarakat dapat memilah dan melakukan proses disinfeksi sederhana pada bekas masker. Caranya dengan merendam atau melakukan penyemprotan disinfektan, kemudian masker sekali pakai digunting untuk menghindari penyalahgunaan sebelum dibuang ke tempat sampah.

Langkah pencegahan dari ancaman limbah masker turut direspons kalangan masyarakat dengan menawarkan solusi pengolahan limbah masker sekali pakai. Hal demikian seperti dilakukan Archie Satya Nugroho dari Golimbah. Kini ia tengah melakukan riset untuk mengolah limbah masker sekali pakai menjadi bahan bermanfaat.

Archie bersama Golimbah akan melakukan riset untuk menggabungkan teknologi hidrotermal dan pirolisis. Kemudian akan dilakukan beberapa kali tes untuk melihat sampah masker tersebut dapat berpotensi menjadi bahan yang lebih bernilai guna.

Melalui proses pengolahan dengan temperatur sangat tinggi, mulai 150 hingga 500 derajat celsius, bakteri ataupun virus yang menempel pada masker tersebut akan mati. Riset sampah masker sekali pakai ini sudah dimulai sejak Maret 2020 seiring dengan merebak virus corona. Riset ditargetkan selesai dalam waktu dua hingga tiga bulan ke depan.

Melalui gerakan ini, Archie juga ingin masyarakat lebih sadar dan tetap peduli terhadap lingkungan. Masyarakat diharapkan tidak membeli dan menggunakan masker secara berlebih serta memikirkan orang-orang yang lebih membutuhkan. Antara lain seperti petugas medis, orang sakit, atau yang sudah berusia lanjut karena lebih rentan terpapar Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement