Rabu 22 Apr 2020 21:00 WIB

Tips Agar Anak tak Berlebihan Gunakan Internet Saat PSBB

Umumnya, remaja Indonesia menghabiskan waktu 5 jam akses internet.

Seorang anak memainkan gawai sebelum tidur (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Seorang anak memainkan gawai sebelum tidur (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spesialis Perlindungan Anak, UNICEF Indonesia, Astrid Gonzaga Dionisio, mengatakan orang tua perlu membuat kesepakatan bersama anak agar tidak berlebihan menggunakan internet saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pada masa PSBB, anak harus belajar dari rumah sehingga menghabiskan banyak waktu untuk mengakses internet.

"Sebaiknya orang tua membuat kesepakatan dengan anak, karena anak juga harus bersosialisasi dengan keluarga, melakukan kegiatan perilaku sehat bersih, waktu ibadah. Orang tua harus menentukan kapan anak dapat melakukan akses internet dan apa saja konten yang bisa diakses itu penting," ujar Astrid dalam konferensi pers daring, Rabu (22/4).

Baca Juga

Berbicara soal era digital, Astrid melanjutkan, teknologi memberikan keuntungan terutama untuk anak di situasi pandemi seperti sekarang ini. Namun, ada hal yang harus diperhatikan dan dampak yang harus diantisipasi. Berdasarkan riset UNICEF pada 2019, dia menyebutkan sebanyak 98,3 persen anak dan remaja memiliki akses ke perangkat seluler.

Dia menunjukkan bahwa 90,7 persen di antara anak dan remaja yang menggunakan perangkat cerdas itu mendapat akses internet yang digunakan untuk media sosial, bermain game online atau menonton film streaming. "Indonesia salah satu negara dengan jumlah anak pengguna internet terbanyak," kata Astrid.

Data 2019 tersebut juga menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja dapat menghabiskan lima jam dalam sehari untuk mengakses internet saat bukan hari libur. Saat libur, mereka bisa mengakses internet selama tujuh jam. Angka ini diyakini meningkat saat pandemi seperti pada saat ini.

Dengan tinggi penggunaan internet pada anak, Astrid mengungkapkan, dapat menempatkan anak sebagai objek kegiatan orang dewasa, dan sebagai pelaku atau pun korban. Tingginya paparan terhadap internet, menurut Astrid juga meningkatkan risiko anak terkait agresi kekerasan terhadap diri sendiri.

Anak juga terpapar kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang berujung pada eksploitasi terhadap anak, bukan hanya eksploitasi untuk mendapat keuntungan, tetapi juga komersial, seperti pornografi. Pengaturan pembatasan penggunaan pada aplikasi juga perlu dilakukan.

Penyedia platform juga sebaiknya memiliki pengaturan untuk dapat memberikan kontrol kepada orang tua terhadap akun anak. Salah satunya, aplikasi Tiktok yang menghadirkan fitur Family Pairing yang menghubungkan akun orang tua dengan akun anak remaja mereka.

"Bagi orang tua tidak ada kata telat, terlambat atau gaptek mari belajar internet agar bisa mendampingi anak, dan jadilah pendengar teman bagi anak remaja, baik itu online atau offline, baik cerita permasalahannya sehari-hari, atau yang menyenangkan," ujar Astrid.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement