Selasa 24 Mar 2020 15:48 WIB

Ilmuwan Temukan Fosil Cacing Berusia 555 Juta Tahun

Peneliti meyakini cacing itu sebagai salah satu makhluk yang pertama tinggal di bumi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Penemuan fosil cacing didapati di liang yang berada di batu di Australia.
Foto: cnn
Penemuan fosil cacing didapati di liang yang berada di batu di Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Peneliti menemukan fosil makhluk mirip cacing seukuran butiran beras di Australia. Setelah diteliti, usia fosil tersebut diperkirakan mencapai 555 juta tahun.

Para peneliti meyakini cacing itu merupakan salah satu makhluk yang pertama tinggal di bumi. Disusul oleh tanaman alga yang ikut membuktikan adanya kehidupan di periode tersebut. Fosil tersebut sekaligus jadi bukti organisme multi sel telah ada sejak 500 juta tahun lalu.

Baca Juga

Namun fosil tersebut tak berhubungan langsung dengan hewan-hewan yang hidup di masa sekarang. Para peneliti masih mencari fosil nenek moyang hewan.

Sayangnya, upaya menemukannya bukan hal mudah. Sebab fosil semacam itu kuat diduga berukuran sangat kecil dan tipis.

Penemuan fosil cacing didapati di liang yang berada di batu. Fosil cacing memenuhi liang tersebut. Selama ini peneliti masih mencoba menemukan apa benar cacing itu yang membuat liang lalu hidup disana.

Profesor Geologi Universitas California Mary Droser dan kandidat doktor Universitas California Scott Evans melakukan tinjauan lebih dekat pada liang tersebut. Keduanya menemukan bentuk serupa oval di dekat liang.

Penelitian mereka dipublikasikan pada Senin lalu di Jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

"Kami menduga hewan-hewan ini harusnya eksis selama periode ini, tapi selalu dapat dipahami bahwa mereka sulit dikenali," kata Evans dilansir dari CNN pada Selasa, (24/3).

Penelitian Evans dan timnya membutuhkan peralatan canggih agar bisa menemukan cacing purba. Kesulitan menemukannya ibarat mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Penemuan fosil cacing tersebut sebenarnya berada di bawah fosil lainnya. Evans optimis temuannya akan lebih konkret jika didukung peralatan mumpuni.

"Ketika kami sudah punya alat scan tiga dimensi maka kami bakal bisa membuat penemuan penting," ujar Evans.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement