Selasa 10 Mar 2020 01:21 WIB

Info Covid-19 Dominasi Kabar Hoaks Sejak Awal Tahun

Mafindo mencatat 103 hoaks dengan viralitas tertinggi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Berita palsu atau hoaks.(Pixabay)
Foto: Pixabay
Berita palsu atau hoaks.(Pixabay)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Wabah COVID-19 menimbulkan kepanikan global. Di era digital, kepanikan ini dapat terbaca dari maraknya distorsi informasi yang mengancam nalar sehat masyarakat.

Di Indonesia hingga 3 Maret 2020, Mafindo mencatat 103 hoaks dengan viralitas tinggi. Dari 103 hoaks yang tercatat Mafindo, 33 persen terkait pasien yang terinfeksi COVID-19, 22,3 persen tentang penanganan pasien di China, 20,4 persen tentang asal dan moda penyebaran virus, 8,7 persen tentang pencegahan dan pengobatan dan sisanya terkait isu penanganan pasien di Indonesia, pasien di luar negeri dan juga hoaks berbau sentimen agama.

Baca Juga

Ketua Presdium Mafindo, Septiaji Eko Nugroho menjelaskan hoaks COVID-19 praktis mendominasi persebaran hoaks di Indonesia sejak Januari 2020. Bisa jadi, Septiaji menuturkan, misteri seputar virus ini menimbulkan ketakutan masyarakat yang berlebihan.

"Ditambah dengan masih rendahnya literasi digital masyarakat kita, tanpa melakukan verifikasi, orang langsung menyebarkan informasi karena niatnya ingin melindungi teman atau keluarganya, padahal informasi yang salah justru bisa membahayakan atau menimbulkan kepanikan yang tidak perlu," ujar Septiaji di Jakarta, Senin (9/3).

Septiaji menambahkan banyaknya hoaks ini dikhawatirkan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap otoritas kesehatan, sehingga melakukan aksi penyelamatan sendiri. Seperti menimbun masker , obat yang dianggap bisa mencegah atau mengobati COVID-19 hingga memborong sembako karena khawatir kehabisan.

"Tentu dampak hoaks ini bisa mengganggu ekonomi negara," katanya.

Persebaran hoaks COVID-19 berimplikasi serius dalam beberapa hal, seperti mengaburkan prosedur pencegahan dan pengobatan. Selain itu, berbagi hoaks tersebut merusak kepercayaan publik terhadap otoritas kesehatan negara, media massa dan para ilmuwan.

Hoaks, kata dia, juga berdampak pada SARA, yaitu menguatkan sentimen negatif terhadap etnis China (Xenophobic). Ini mengancam akal sehat, keutuhan bangsa Indonesia yang multikultural, serta menimbulkan kegaduhan yang tak perlu di tengah situasi saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement