REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para astronom telah melacak pancaran partikel berenergi tinggi yang secara berkala meliuk-liuk melintasi alam semesta dan menjadi sensor di Bumi. Teleskop ruang angkasa Kepler mengambil kobaran api terbaru pada 2011 dan sejak saat itu, para ilmuwan masih memiliki pertayaan besar.
Bertahun-tahun lalu, para ilmuwan mengatakan bahwa kobaran api dapat disebabkan oleh benda langit amorf yang aneh, yakni dua lubang hitam supermasif terperangkap dalam dua galaksi berbeda, serta saling melingkari. Masing-masing saling bermain dan objek kosmik dinamakan sebagai ‘Spikey’.
Ketika lubang hitam supermasif bergerak semakin dekat satu sama lain, keduanya mulai melahap serpihan debu, gas, dan partikel yang kemudian dilepas ke angkasa. Suar berenergi tinggi yang dapat diambil dari teleskop mengobrbit Bumi menunjukkan bahwa supermassive black holes benar-benar berada di jalur tabrakan.
Tetapi, para astronom berharap pertemuan seperti itu tak akan terjadi untuk 100 ribu tahun lagi. Para ilmuwan memberi petunjuk mengenai bintang berkat teori yang diajukan oleh dua ahli astrofisika dari Harvard University pada 2017.
Dari sana, diperkirakan bahwa pertemuan kosmik seperti itu dapat terlihat berkat pelensaan gravitasi, ketika cahaya yang bergerak menuju penggabungan hipotetis membengkokkan dan melengkung di sekitar fitur. Ini mengirimkan pancaran partikel energi tinggi yang cerah.
“Ini adalah tanda yang sangat khas,” ujar Rosanne Di Stefano kepada Scientific American, dilansir Popular Mechanics, Kamis (20/2).
Sayangnya, flare atau kobaran api yang ditemukan dalam data Kepler sebagian tidak dapat diprediksi. Pada Oktober 2019, tim astronom yang dipimpin oleh Daniel D'Orazio mengatakan peneliti memperkirakan flare akan muncul pada April mendatang dan menjadwalkan Observatorium Sinar-X NASA untuk mencarinya.
Jika observatorium menangkap pandangan Spikey, yang dapat bertahan hingga 10 hari, para astronom dapat memiliki cetak biru yang solid untuk bagaimana mengamati sistem lubang hitam supermasif biner lainnya. Ini akan memberi kesempatan bagi ilmuwan untuk menemukan kasus-kasus biner dekat lainnya yang belum tergabung.
Saat galaksi-galaksi yang melaju kencang berpacu satu sama lain, lubang-lubang hitam di pusatnya masing-masing bisa menjadi sedikit lamban. Gravitasi yang menyatukan tidak cukup kuat untuk mengatasi gaya sentrifugal yang diberikan oleh setiap lubang hitam.