REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai negara melakukan karantina terhadap warganya yang diduga terkena virus Corona. Disaat yang bersamaan, negara-negara ini juga memperketat pintu masuk ke dalam negara, terlebih dari dan menuju China.
Seperti mengutip laman The Conversation, Selasa (4/2) metode karantina sebenarnya sudah dipakai sejak zaman dulu. Kebijakan dilakukan guna mencegah masuknya wabah ke daerah tersebut.
Pada 1377, sebuah kota pesisir, Ragusa atau saat ini lebih dikenal sebagai Dubrovnik di Kroasia memberlakukan peraturan yang disebut Trentina. Istilah itu diadopsi dari bahasa Italia, Trenta yang berarti 30.
Saat itu, otoritas setempat mengharuskan kapal-kapal yang berpotensi membawa wabah dan ingin berlabuh di Ragusa bertahan 30 hari di lepas pantai. Siapa pun yang berada di atas kapal dan dinyatakan sehat serta tidak mungkin menularkan infeksi akan diizinkan masuk ke darat pada akhir masa tunggu.
Masa tunggu kemudian diperpanjang menjadi 40 hari. Hal ini menimbulkan istilah karantina, dari bahasa Italia untuk 40 (quaranta). Di Ragusa-lah hukum pertama yang menegakkan tindakan karantina dilaksanakan.
Seiring waktu, variasi dalam sifat dan regulasi karantina muncul. Pejabat pelabuhan meminta para pendatang untuk menyatakan bahwa mereka belum pernah ke daerah dengan wabah penyakit parah diizinkan masuk.
Pada abad ke-19, karantina disalah gunakan karena alasan politik dan ekonomi. Hal itu selanjutnya mengarah pada seruan konferensi internasional untuk membakukan praktik karantina.
Praktik karantina lantas diadopsi oleh Amerika Serikat (AS). Negeri Paman sam memberlakukan sejumlah regulasi menyusul epidemi demam kuning pada 1793 dan kolera pada 1892.
Salah satu sejarah karantina terbesar AS dilakukan terhadap Mary Mallon. Pemerintah terpaksa membatasi HAM Marry guna melindungi publik dari serangan tipes pada awal abad 20-an.
Marry diisolasi di North Brother Island dekat dengan New York City. Dia dibebaskan setelah dikarantina selama tiga tahun. Namun dia kembali masuk ruang isolasi hingga akhir hidupnya karena masih menyebarkan penyakit yang sama.
Membatasi HAM seseorang merupakan pertimbangan serius di AS meskipun guna menjalani perawatan medis. Kendati, hal tersebut perlu dilakukan guna menghentikan penyebaran penyakit menular lebih jauh.