Senin 03 Feb 2020 14:11 WIB

3 Skenario Ahli untuk Hentikan Wabah Corona Wuhan

Skenario intervensi kesehatan menjadi paling mungkin untuk dilakukan.

Rep: Adysha Citra Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Foto kamar pasien di Rumah Sakit Huoshenshan, Wuhan. China membangun rumah sakit baru yang dikhususkan untuk mengatasi virus Corona.
Foto: Shepherd Zhou/EPA
Foto kamar pasien di Rumah Sakit Huoshenshan, Wuhan. China membangun rumah sakit baru yang dikhususkan untuk mengatasi virus Corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mendeklarasikan status darurat global untuk wabah virus corona Wuhan di Cina. Wabah yang disebabkan oleh 2019-nCoV ini memang "baru" muncul sekitar satu bulan lalu. Namun, beberapa ahli telah memprediksi tentang kemungkinan bagaimana mengakhiri wabah ini.

Beberapa ahli penyakit menular memperkirakan setidaknya ada tiga skenario yang mungkin terjadi pada wabah virus corona Wuhan ini. Berikut ini adalah ketiga skenario tersebut seperti dilansir Vox.

Baca Juga

Intervensi Kesmas Pegang Kendali Virus

Salah satu hal yang mungkin menghentikan wabah virus corona Wuhan ini adalah intervensi kesehatan masyarakat. Ini merupakan skenario yang paling mungkin terjadi mengingat wabah SARS pada 2003 lalu juga berhasil dikendalikan dengan cara ini.

Seperti halnya 2019-nCoV, SARS juga termasuk jenis virus corona. Beberapa jenis virus corona dapat menginfeksi manusia dan sisanya dapat menginfeksi hewan, seperti mamalia dan burung.

Pada akhir 2002 hingga 2003, SARS menginfeksi 8.096 orang dan menyebabkan kematian pada 774 orang di 17 negara. Pada 2004, wabah SARS tercatat sudah berakhir. Saat ini SARS mungkin masih ada pada hewan, tapi tidak menyebar atau menular ke manusia.

"SARS adalah kasus klasik mengenai bagiamana beragam intervensi kesehatan masyarakat dapat bekerja dan menghentikan sebuah wabah," jelas profesor di bidang ilmu kedokteran kesehatan global dari Emory University Jessica Fairley.

Fairley menjelaskan, selama wabah SARS berlangsung otoritas kesehatan melakukan beragam upaya intervensi yang bisa dilakukan. Mereka mengidentfikasi kasus secepat mungkin dan menempatkan orang-orang terinfeksi dalam isolasi. Cara ini memberikan kesempatan bagi sistem imun dari orang-orang yang terinfeksi untuk melawan virus tanpa menularkannya ke orang lain.

Agar intervensi kesehatan masyarakat bisa bekerja dengan baik, ada banyak koordinasi yang perlu dilakukan. Dokter menangani virus, investigasi yang bagus dilakukan pada tiap kasus untuk mengetahui dengan siapa saja pasien pernah berkontak dan kontrol infeksi yang ketat di rumah sakit.

"Dan ketika kamu memiliki kasus yang lebih besar, (hal lain yang bisa dilakukan adalah) restriksi perjalanan, karantina atau skrining orang-orang di bandara," jelas Fairley.

Kendalanya, 2019-nCoV mungkin lebih sulit dikendalikan dibandingkan SARS. SARS lebih mudah dikontrol karena baru bisa menularkan penyakit setelah gejala muncul. Ketika gejala muncul, orang-orang yang terkena SARS bisa segera dikarantina dan transmisi atau penularan penyakit akan berhenti.

Wabah virus corona Wuhan atau 2019-nCoV sudah jauh lebih besar dari segi jumlah kasus bila dibandingkan SARS. Data terbaru menunjukkan ada lebih dari 17 ribu orang yang telah terinfeksi 2019-nCoV dan menelan korban jiwa sebnayak 361 orang. Orang-orang yang terinfeksi 2019-nCoV juga diketahui bisa menularkan penyakit sebelum gejala muncul.

Intervensi dengan vaksin juga bisa membantu mengakhiri wabah. Namun diperlukan waktu hingga tahunan sebelum vaksin baru bisa digunakan secara luas kepada masyarakat.

Virus 'Membakar' Diri Sendiri

Wabah penyakit bisa diibaratkan sebagai insiden kebakaran, di mana virus berperan sebagai api dan orang-orang yang rentan berperan sebagai bahan bakar. Dalam kebakaran, api akan padam dengan sendirinya bila sudah kehabisan bahan bakar. Sebuah wabah juga akan berakhir ketika virus tak lagi menemukan orang-orang rentan untuk diinfeksi.

Salah satu contohnya adalah wabah virus Zika di Puerto Rico dan Amerika Selatan pada 2015-2016. Ahli epidemiologi dari Harvard School of Public Health Michael Mina mengatakan saat wabah terjadi ada sangat banyak orang yang terinfeksi. Data menunjukkan ada lebih dari 35.000 orang yang terinfeksi hanya di Puerto Rico saja pada 2016.

"Namun kemudian jumlah orang yang rentan terhadap penyakit ini menyusut. Orang-orang yang paling berisiko berkontak dengan penyakit (Zika) sudah mendapatkan penyakit tersebut," lanjut Mina.

Kondisi ini hanya menyisakan sedikit orang untuk bisa diinfeksi oleh virus Zika. Saat ini, virus Zika masih bersirkulasi di Brazil dalam jumlah kecil. Akan tetapi di Puerto Rico, otoritas setempat mencatat tak ada lagi penyebaran Zika yang terjadi.

Namun dalam kasus wabah corona Wuhan, para ahli masih sulit membayangkan bagaimana 2019-nCoV "membakar diri sendiri". Salah satu alasannya, hingga saat ini belum diketahui secara jelas kelompok masyarakat seperti apa yang rentan terhadap 2019-nCoV.

Akan sangat mungkin bila 2019-nCoV "membakar diri sendiri" di Cina. Namun skenario ini bukanlah skenario yang diinginkan banyak orang. Sebab, ada banyak orang yang harus jatuh sakit dan bahkan berisiko untuk mati terlebih dahulu sebelum 2019-nCoV "membakar diri sendiri".

"Biasanya dalam wabah ada lonjakan, dan kemudian ada penurunan," ungkap Mina.

Menjadi Virus Umum

Skenario ketiga yang mungkin menjadi akhir dari wabah virus corona Wuhan adalah wabah ini mungkin tidak akan berakhir. Hal ini pernah terjadi sebelumnya.

Pada 2009, ditemukan sebuah strain virus influenza baru yaitu H1N1. Virus ini dengan cepat menyebar dan menempatkan dunia pada sebuah pandemi. Namun beberapa waktu kemudian, virus ini menjadi salah satu virus yang biasa muncul setiap kali musim flu datang.

Saat ini juga ada empat strain virus corona yang secara umum menginfeksi manusia dan menyebabkan pilek atau pneumonia. Oleh karena itu, sangat mungkin bila 2019-nCoV ini menjadi strain virus corona kelima yang akan menjadi virus musiman di Cina, atau di dunia.

"Di Cina, virus ini mungkin menjadi virus Corona musiman. Sulit untuk memperkirakan apa yang akan terjadi," ujar ahli dari Johns Hopkins Center for Health Security Amesh Adalja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement