Senin 13 Jan 2020 13:04 WIB

Studi Ungkap Sebab Hengkangnya Bangsa Viking dari Greenland

Perekonomian Viking di Greenland hancur akibat minimnya perdagangan walrus.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Dwi Murdaningsih
Walrus (ilustrasi)
Foto: Twitter.com
Walrus (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NUUK -- Riset terbaru menunjukan alasan hengkangnya kaum Viking dari tempat tinggal mereka di Greenland, Denmark. Penelitian itu mendapati bahwa kondisi ekonomi memaksa mereka pergi dari pulau terbesar di dunia itu.

Seperti diwartakan Gizmondo, Senin (13/1) runtuhnya perekonomian kaum Viking di Greendland akibat minimnya perdagangan gading Walrus. Sulitnya pasokan disebabkan ulah mereka yang terlalu banyak memburu hewan tersebut.

Baca Juga

Pemukiman Viking di Greenland didirikan oleh Erik the Red sekitar 985 M. Koloni Norse ini berlangsung selama berabad-abad namun ditinggalkan pada tahun 1400-an.

Pada masa itu, gading Walrus merupakan komoditas bernilai besar di Eropa. Viking menggunakan perdagangan gading tersebut sebagai penopang utama perekonomian mereka.

Orang-orang Eropa dengan senang hati berdagang barang-barang seperti besi dan kayu untuk gading. Komoditas itu mereka gunakan sebagai bahan baku perhiasan, potongan catur dan barang hiasan lainnya

Pada abad ke-11, hampir semua gading yang diperdagangkan di seluruh Eropa berasal dari Greenland. Kendati, seiring waktu sumber pemasukan utama Viking itu terbukti merupakan cara yang tidak berkelanjutan untuk mempertahankan ekonomi.

Minimnya populasi Walrus akibat terlalu banyak diburu membuat pasokan gading menipis. Hal tersebut pada akhirnya meruntuhkan perekonomian bangsa Skandinavia tersebut.

Periset dari Universitas Oslo Bastiaan Star mengatakan, perdagangan Gading walrus telah lama dianggap sebagai elemen penting dari ekonomi Norse Greenland. Penelitian menemukan bukti bahwa hewan tersebut dieksploitasi secara berlebihan.

“Kami menemukan bukti yang menunjukkan bahwa hewan itu diburu semakin jauh dari pemukiman di selatan. Pengamatan seperti itu mencerminkan pola klasik eksploitasi berlebihan," katanya.

Minimnya pasokan gadung walrus kemudian diperburuk dengan masuknya perdagangan gading Gajah dari Afrika ke Eropa pada abad ke-13. Ukuran gading yang lebih besar membuat perdagangan gading tersebut cepat populer di Benua Biru.

"Ukuran gading gajah lebih besar dari gading walrus sehingga lebih mudah untuk diolah menjadi apapun," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement