Kamis 09 Jan 2020 17:18 WIB

Rahasia Otak Manusia Awet Selama Ribuan Tahun

Peneliti menemukan otak yang masih terawat meski sudah ribuan tahun.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Dwi Murdaningsih
Pada 2008 lalu, para peneliti dari York Archaeological Trust menggali situs zaman besi Heslington.
Foto: cnn
Pada 2008 lalu, para peneliti dari York Archaeological Trust menggali situs zaman besi Heslington.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Pada 2008 lalu, para peneliti dari York Archaeological Trust menggali situs zaman besi Heslington. Dalam prosesnya, mereka menemukan tengkorak lelaki yang tertelungkup di lubang tanah.

Kerangka berusia 2.600 tahun itu diperkirakan menjadi yang tertua di Inggris. Mereka beranggapan, kerangka tersebut adalah milik lelaki yang meninggal karena kepalanya dipukul lalu dipenggal.

Baca Juga

Para peneliti yang awalnya menganggap benda di dalam tengkorak adalah kotoran, mengaku terkejut ketika ditemukan fakta bahwa itu adalah otak yang masih berbentuk.

"Aku mengintip melalui lubang di dasar tengkorak untuk menyelidikinya, dan yang membuatku terkejut, ketika melihat sejumlah bahan kenyal kuning cerah. Itu tidak seperti apa pun yang pernah kulihat sebelumnya," kata Rachel Cubitt, dari Departemen Temuan seperti dilansir cnn, Kamis (9/1).

Mereka mengkonfirmasi bahwa otak tersebut masih terawat sangat baik. Terlepas dari usia tengkorak yang diperkirakan berasal dari awal zaman besi atau pada 482 hingga 673 SM.

Berdasarkan informasi, lipatan di otak dan massanya juga masih utuh dengan warna coklat kekuningan. Dalam penelitian lainnya, waktu, menjadi faktor yang bisa merusak jaringan lunak, tak terkecuali otak, rambut dan kulit. Hal tersebut dikarenakan proses pemecahan yang cepat dan dikenal sebagai autolisis.

Akan tetapi, dalam studi terbaru dari Heslington, mengungkapkan mengapa otak bisa bertahan dalam waktu yang lama tanpa sengaja dipertahankan.

"Pelestarian protein otak manusia pada suhu sekitar seharusnya tidak mungkin terjadi selama ribuan tahun di alam bebas. Namun, yang ini bertahan,” catat para penulis dalam penelitian tersebut.

Menyadarinya, Dr. Axel Petzold, dari Queen Square Institute of Neurology, University College London, yang memimpin penelitian itu juga tak menampiknya. Namun demikian, selama studi yang dilakukan, Petzol dan rekannya menyadari bahwa kedua filamen yang masih utuh dan berada di otak sekian lama, membuat kesimpulan bahwa protein mendukung pelestariannya.

"Protein sangat stabil dari waktu ke waktu jika disimpan dengan cara tertentu," kata Petzold.

Menurut dia, cara yang lebih spesifik adalah dengan adanya pembentukan agregat. Menurut dia hal tersebut sangat menarik, terlebih ketika mengetahui bahwa agregat protein otak lebih stabil daripada DNA.

Para peneliti belum menemukan bukti atau teknik pengawetan buatan atau janin, atau bahkan apapun yang membantu melestarikan bahan organic. Akan tetapi, pihaknya percaya bahwa, jenis cairan asam mungkin telah mencegah enzim untuk memecahnya.

 "Cara kematian orang ini atau penguburan berikutnya, memungkinkan pelestarian jangka panjang otak," kata Petzold.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement