REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (Sumut) menyatakan bahwa peristiwa Gerhana Matahari Cincin (GMC) pada 26 Desember 2019 merupakan fenomena alam langka. Fenomena ini baru akan terjadi 12 tahun lagi.
Kepala Observatorium Ilmu Falak (OIF) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Dr Arwin Juli Rakhmadi Butarbutar di Medan, Rabu (25/12), mengatakan secara keilmuan, momen GMC di Indonesia baru akan terjadi 12 tahun lagi. GMC berikutnya baru akan melintasi Indonesia pada tanggal 21 Mei 2031.
"Disebut langka karena gerhana matahari cincin terakhir terjadi sekitar satu dekade lalu dan berikutnya akan berlangsung pada tahun 2031 mendatang," katanya.
Arwin menjelaskan Gerhana Matahari terjadi ketika bumi, bulan, dan matahari berada dalam satu garis lurus. Ketika itu, bulan menghalangi sebagian atau seluruh cahaya matahari.
Manusia di bumi akan menikmati Gerhana Matahari Cincin atau Total tergantung pada jarak antara bumi, bulan, dan matahari.
Gerhana Matahari Cincin terjadi ketika bulan berada pada titik yang lebih jauh dari bumi, sehingga meskipun ia berada segaris dengan matahari dan bumi, piringannya yang lebih kecil tak bisa menghalangi seluruh cahaya matahari. Sementara Gerhana Matahari Total terjadi saat bulan berjarak cukup dekat dengan bumi. Saat itu, piringan bulan terlihat lebih besar dan mampu menutup seluruh permukaan matahari.
"Sementara peluang gerhana Matahari Cincin akan cukup besar ketika bumi berada pada titik terdekat dengan bintang induknya itu. Fenomena ini biasanya, meski tak selalu, terjadi pada akhir atau awal tahun," katanya.
Gerhana matahari total terakhir kali pernah terjadi sebelumnya di Indonesia, yaitu pada 1983, 1988, 1995 dan 9 Maret 2016 diperkirakan baru akan terjadi lagi pada 2023. Sedangkan Gerhana Matahari Cincin seperti 26 Desember 2019 mendatang, sebelumnya pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1998.