REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ahli reptil dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganjar Cahyadi, mengungkapkan saat musim hujan merupakan masa bagi ular untuk bereproduksi. Hal ini berkaitan dengan fenomena bermunculan ular Kobra di pemukiman warga.
“Ular memiliki fase reproduksi, sekarang musim hujan di mana termasuk musim ular menetas," ujar Kurator Museum Zoologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB seperti dikutip di laman ITB, Senin (16/12).
Menurutnya, ular Kobra biasa menyimpan telur pada musim hujan di sarangnya yaitu sarang bekas tikus dan di tempat lembab. Maupun di tumpukan sampah hingga awal musim hujan akan menetas. Selain itu Kobra merupakan tipikal ular yang melepas anak-anaknya.
"Dia tidak menjaga anak-anaknya, karena anak kobra ketika menetas sudah memiliki taring dan kelenjar bisa. Jadi sudah bisa mencari makan sendiri," ujarnya
Katanya, jika terdapat banyak ular di satu lokasi maka kemungkinan tempat tersebut habitat atau area ular mencari makan. Ia mengungkapkan, salah satu makanan bagi ular adalah tikus dan biasanya tikus banyak terdapat di rumah-rumah.
Ganjar menambahkan, masyarakat perlu mengetahui jenis dan perilaku ular agar bisa melakukan antisipasi. Menurutnya, ular berbisa dikelompokkan dua famili yaitu Elapidae dan Viperidae. Ular yang termasuk Elapidae contohnya adalah ular kobra, ular belang (bungarus) dan ular cabai (calliophis intestinalis).
Sementara untuk kelompok viperidae, cirinya adalah bagian kepala berbentuk seperti segitiga. Kalau di daun warnanya hijau dan jika di tanah warnanya kecokelatan. Menurutnya, ular berbisa memiliki taring yang mengeluarkan bisa. Selain itu ular berbisa lebih santai bergerak. Namun jika didekati akan melindungi diri atau menyerang.
Sementara ular tidak berbisa, tidak memiliki taring dan bila didekati akan kabur. Menurutnya, ciri ular berbisa memiliki warna mencolok. Namun khusus ular Kobra warna yang mencolok adalah warna hitam.
Jika warga ada yang digigit ular, maka menurutnya gigitan tersebut bisa berbisa atau tidak. Sehingga yang perlu dilakukan adalah meminimalisasi gerakan pada area yang terkena gigitan ular.
“Perlakuannya seperti pada patah tulang, jadi kita memasang kayu yang diikatkan dengan perban di bagian tubuh yang terkena gigitan. Usahakan area yang tergigit tidak bergerak sama sekali untuk mencegah area peredaran bisa dengan cepat," katanya.
Namun ia mengungkapkan jangan diikat terlalu kencang. Setelah dilakukan upaya tersebut, baru dibawa ke fasilitas kesehatan. Ia menyarankan kepada masyarakat untuk menjaga kebersihan rumah dan lingkungan di sekitar rumah.
"Hindari banyaknya tumpukan-tumpukan benda, baik sampah, kardus, atau bekas barang yang seringkali dijadikan rumah bagi ular untuk bersarang," katanya.