Jumat 29 Nov 2019 10:23 WIB

Singapura Bisa Minta Penghapusan Unggahan di Facebook

Unggahan yang bisa dihapus di Facebook terkait berita dan isu yang dianggap palsu.

Rep: Puti Almas/ Red: Indira Rezkisari
Facebook.
Foto: AP
Facebook.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA — Pemerintah Singapura telah meminta agar sejumlah situs berita dan politikus memperbaiki unggahan yang dibuat di jejaring sosial Facebook. Unggahan itu dianggap berisi pernyataan atas fakta yang salah.

Langkah ini diambil oleh pemerintah setelah disahkannya sebuah undang-undang yang dianggap kontroversial, yaitu Protection from Online Falsehoods and Manipulation (Pofma). Melalui undang-undang ini, pihak berwenang di Singapura dapat meminta situs media sosial menghapus konten yang dianggap bertentangan dengan kepentingan umum. Beberapa menyatakan tindakan Singapura sebagai sensor daring.

Baca Juga

Politikus dari Partai Oposisi di Singapura, Brad Bowyer mengomentari undang-undang terbaru itu dengan mempertanyakan partai yang berkuasa di negara itu, setelah ia menerima arahan koreksi. Ini adalah koreksi yang menyediakan tautan ke situs pemerintah yang menguraikan kepalsuan yang dirasakan dengan jabatannya dan disebutkan bahwa unggahan ini mengandung pernyataan fakta yang salah.

Bowyer mengatakan bahwa ia tidak memiliki masalah mengikuti permintaan pemerintah. Namun, ia merasa tidak setuju dengan posisi pemerintah yang dapat bertindak demikian, serta menegaskan sekalipun tidak pernah membuat pernyataan palsu.

“Hukum adalah hukum bagaimanapun dan tanpa itu akan ada kekacauan atau yang lebih buruk,” ujar Bowyer dilansir The Independent, Jumat (29/11).

Pemberitahuan tentang koreksi kedua dikirimkan oleh Pemerintah Singapura kepada situs berita States Times Review. Situs berita itu dianggap menyebarkan fabrikasi langsung mengenai politikus dari  People's Action Party (PAP), Rachel Ong.

Menanggapi permintaan pemerintah, editor dari State Times Review, Alex Tan, menolak menghapus atau mengedit artikel apapun yang telah ada. Ia juga mengatakan bahwa Pemerintah Singapura tidak memiliki wewenang untuk melakukan hal itu, karena publikasi berita tersebut berbasis di Australia.

"Kami belum menerima permintaan apa pun dari Polisi Federal Australia atau pihak berwenang untuk menghapus artikel apa pun," tulis Tan menanggapi permintaan tersebut.

Tan menjelaskan bahwa ulasan di States Times, serta editor yang mengunggah berita itu saat ini telah menjadi warga Australia. Karena itu, perintah apapun dari negara lainnya, seperti Korea Utara (Korut) dan Singapura tak dapat mereka patuhi.

Meski demikian, States Times Review berterimakasih kepada Pemerintah Singapura karena membawa perubahan untuk publikasi berita dari situs mereka, dengan upaya untuk menyensornya. Langkah ini disebut tetap menawarkan  instruksi tentang cara mengakses situs yang telah diblokir.

Tan mengatakan bahwa akan terus mengunggah artikel dari States Times Review di media social. Ia menuturkan sebagai komitmen untuk melawan materi propaganda di media pemerintah Singapura, konten daring akan diunggah ulang di Facebook.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement