REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada Ahad kemarin PBB merilis laporan terbaru. Laporan itu berisikan bahwa dunia harus mencegah bencana iklim akibat pemanasan tak terkendali. Sebab, periode lima tahunan yang akan berakhir pada 2019, akan menjadi periode terpanas.
Laporan yang akan menjadi pembuka pada pertemuan puncak PBB terkait iklim pada Senin (23/9) ini juga akan dihadiri oleh 60 pemimpin dunia. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mendesak negara-negara untuk meningkatkan target pengurangan gas rumah kaca mereka. Guterres pada pekan lalu juga mengatakan bahwa dunia saat ini dalam perlombaan tak menentu terkait perubahan iklim.
"Laporan itu menyoroti kebutuhan mendesak untuk pengembangan tindakan konkret yang menghentikan pemanasan global dan dampak terburuk perubahan iklim," kata penulis laporan, Kelompok Penasihat Sains seperti dilansir Phys, Senin (23/9).
Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari Organisasi Meteorologi Dunia, di mana rata-rata suhu global periode 2015-2019 menjadi yang terpanas dari periode lima tahunan.
Di mana, periode saat ini diperkirakan mencapai 1,1 derajat Celcius di atas pra-industri (1850-1900) kali dan 0,2 derajat Celsius lebih hangat dari 2011-2015. Catatan tersebut sontak menjadikan siklus selama empat tahun terakhir, menjadi yang terpanas sejak pencatatan dimulai pada 1850.
Laporan itu juga mencatatkan bahwa karbon dioksida tumbuh dua persen pada 2018, sehingga mencapai rekor tertingginya menjadi 37 miliar ton. Kendati demikian, tolak ukur yang akan membatasi pemanasan pada sistem cuaca dunia adalah Perjanjian Paris 2015.
Perjanjian itu menetapkan target nasional untuk mengurangi emisi dan juga membatasi kenaikan suhu jangka panjang baik 2 derajat Celcius atau 1,5 derajat Celcius. Namun demikian menurut laporan PBB, walaupun semua negara memenuhi tujuan yang mereka tentukan sendiri, dunia masih akan menghangat dengan 2,9 derajat Celcius hingga 3,4 derajat Celcius.
Oleh karena itu, pembatasan saat ini perlu mencapai tiga kali lipat untuk memenuhi tujuan 1,5 derajat Celcius, di mana secara teknis hal tersebut masih dimungkinkan.
Ketua Carbon Management di University of Edinburgh, Profesor Dave Reay mengatakan, jika emisi tidak kunjung turun, maka ada resiko sangat besar untuk pembayarannya.
"Ini seperti pernyataan kartu kredit setelah pesta pengeluaran selama 5 tahun," kata dia.