REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam rangka memperingati hari Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (HMKG) yang ke-72, BMKG menyelenggarakan sebuah kegiatan unik, edukatif, dan kreatif yaitu pembuatan 365 peta cuaca streamline hanya dalam waktu 1 jam 45 menit.
Kegiatan bertajuk “Pembuatan Peta Cuaca/Streamline terbanyak di Indonesia” ini didaftarkan untuk dicatat rekornya di Museum Rekor Indonesia (Muri) sebagai suatu kegiatan yang memiliki jumlah peta cuaca dan jumlah partisipan terbanyak yang dilakukan dalam waktu bersamaan, serta belum pernah terlaksana di Indonesia.
Kegiatan ini dilaksanakan pada 14 Agustus 2019 pukul 08.00 WIB di ruang Auditorium BMKG dan dilakukan oleh (kurang lebih) 365 orang praktisi dan pemerhati cuaca secara serentak. Angka 365 memiliki filosofi jumlah hari data cuaca secara berturutan 365 hari dalam satu tahun (tahun 2018) sehingga kegiatan ini melibatkan 365 peserta yang terdiri dari pegawai BMKG yang masih aktif, dosen, dan taruna STMKG.
Kepala Pusat Meteorologi Publik, selaku ketua pelaksana HMKG ke-72, Fachri Radjab, mengutarakan, pembuatan peta cuaca streamline atau peta garis angin adalah tahapan yang harus dilakukan oleh seorang prakirawan cuaca dalam rangkaian pembuatan prakiraan cuaca, utamanya dulu sebelum era digitalisasi.
"Bagi “meteorologist”, diketahuinya gambaran umum sirkulasi angin dalam wilayah regional menjadi syarat untuk dapat memprediksikan kemana arah pergerakan massa udara, daerah pembentukan awan, dan di mana berpotensi munculnya badai tropis. Pemahaman terhadap peta streamline menjadi konsep dasar pengetahuan para praktisi cuaca dalam membuat analisa dan prakiraan cuaca," ujar Fachri di Jakarta, Kamis (15/8).
Fachri mengatakan, sisi menarik dari kegiatan ini adalah para peserta sudah lama tidak membuat streamline dalam pekerjaan rutinnya. Itu karena pengerjaan peta streamline hanya dikerjakan oleh mereka yang bekerja di bidang dan stasiun meteorologi saja. Terlebih sudah banyak yang tergantikan oleh mesin plotter dan kecanggihan teknologi digital komputer.
"Sehingga kegiatan ini dapat juga dijadikan sebagai ajang nostalgia dan pembuktian untuk para praktisi itu untuk mengenang kembali 'keseruan' dalam menggambar streamline," ujar Fachri.
Dalam menggambar streamline, kata dia, seorang prakirawan akan membuat kontur angin berdasarkan data-data cuaca yang terukur dan dilaporkan oleh Stasiun Meteorologi kepada jaringan pengamatan global di seluruh tempat di dunia pada hari itu.
Dari data-data yang terlaporkan pada jam tertentu ini (misal laporan data cuaca 07 pagi WIB atau jam 00 waktu universal dunia), dapat ditarik dan diurutkan pola garis angin. Ini mengikuti data arah dan kecepatan angin di setiap titik pengamatan, mengidentifikasi adanya pusaran angin yang dapat menjadi badai atau siklon tropis, serta menentukan lokasi terjadinya front dingin dan front panas.
Hal unik lainnya, ujar Fachri, para peserta diminta untuk menggambar streamline di media yang bisa dikatakan 'tidak biasa' dipakai sebagai media menggambar. Peserta menggambar di media berupa map plastik bening yang sudah di sablon peta Indonesia dengan menggunakan spidol hitam (biasa) dan spidol biru (permanen).
Biasanya, seorang prakirawan BMKG membuat streamline dengan media kertas plotting dengan peta Indonesia di dalamnya. Karena itu, kehati-hatian peserta dalam menggambar perlu diperhitungkan. Fachri menuturkan, kegiatan pembuatan peta streamline ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi dan wujud kebanggaan BMKG terhadap kinerja dan kesungguhan prakirawan BMKG.
Mereķa sangat berdedikasi karena telah melakukan analisis cuaca garis angin yang dilakukan setiap harinya secara rutin, terus menerus, dan telah berlangsung selama 72 tahun sejak BMKG berdiri. "Pembuatan prakiraan cuaca menjadi bagian pelayanan informasi MKG yang sangat penting untuk menjadi informasi publik," ujar Fachri.