REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perempuan, khususnya pelaku UMKM, sering kali menjadi korban lembaga fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman daring yang tidak terdaftar atau yang tak mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu terjadi kemungkinan karena tingkat literasi keuangan perempuan belum baik.
Kepala Departemen Literasi dan Inkluasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sondang Martha Samosir mengungkap, per Mei 2019 terdapat 113 perusahaan fintech P2P lending yang terdaftar atau berizin di OJK. Untuk itu, dia mengimbau agar masyarakat, khususnya perempuan, bisa lebih kritis ketika hendak meminjam.
“Kami mengajak para perempuan, khususnya pelaku UMKM, untuk berhati-hati dan hanya mengakses pinjaman daring di perusahaan fintech P2P yang berada di bawah pengawasan OJK,” kata Sondang dalam peluncuran Program Literasi Keuangan Perempuan oleh Visa di Jakarta, Selasa (23/7).
Selain itu, jika ingin meminjam kepada lembaga fintech, masyarakat juga diimbau untuk tidak mudah tergiur dengan promo atau iklan. Yang harus diperhatikan, menurut Sondang, adalah besaran bunga yang dipatok oleh fintech.
“Ya kalau lembaga pinjaman konvensional saja maksimal bunga per bulan 11 sampai 12 persen. Jadi itu saja yang dijadikan patokan,” kata dia.
Sementara itu, perusahaan digital Visa, hari ini meluncurkan kampanye #IbuBerbagiBijak, sebuah program literasi keuangan yang memasuki tahun ketiga penyelenggaraan di Indonesia. Tahun in, kampanye #IbuBerbagiBijak menyasar perempuan pelaku UMKM.
“Pertumbuhan wirausaha perempuan sangat menjanjikan dan membanggakan, dan kami ingin merayakannya dengan membekali para perempuan pelaku UMKM dengan manajemen keuangan yang lebih baik untuk memperluas bisnis mereka,” ungkap Presiden Direktur PT Visa Worldwide Indonesia Riko Abdurrahman.