Sabtu 20 Jul 2019 12:07 WIB

Kompetensi Guru, Kunci Reformasi Pembelajaran Sains

KPM mengembangkan SNR sebagai salah satu reformasi untuk meningkatkan kompetensi guru

Pembelajaran Matematika Nalaria Realistik.
Foto: KPM
Pembelajaran Matematika Nalaria Realistik.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Klinik Pendidikan MIPA (KPM) mengembangkan Sains Nalaria Realistik (SNR) sebagai salah satu reformasi untuk meningkatkan kompetensi guru. SNR sebagai sebuah pendekatan pembelajaran sains yang mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill).

SNR mengembangkan tahapan-tahapan penyajian materi dalam pembelajaran sains, mulai dari penyajian masalah nyata, pemahaman konsep, penalaran komunikasi, pemecahan masalah, eksplorasi sains, dan pelaksanaan praktikum dengan metode STEAM (Science Technology Engineering Art Mathematics).

Baca Juga

Aji Endro, Litbang di Klinik Pendidikan MIPA (KPM) mengatakanrReformasi pembelajaran sains harus dilakukan agar bisa memperbaiki kemampuan sains anak-anak Indonesia. Kunci reformasi pembelajaran sains sendiri sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi guru sains.

“Peningkatan dan penguatan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran sains menjadi hal urgen yang harus dilakukan,” ujar Aji Endro, saat mengisi pelatihan SNR.

Menurutnya, guru harus terus meningkatkan kapasitas diri, baik sebagai pengajar maupun pembelajar sehingga bisa mendorong terciptanya suasana pembelajaran sains yang kontekstual, bermakna, dan menyenangkan bagi para siswa.

photo
Pembelajaran Matematika Nalaria Realistik.

Belajar sains tak harus dihafal, tetapi harus dipahami secara bermakna. Siswa mesti diajak berpikir kritis dan dituntun agar bisa membangun pengetahuan sains dan bersikap ilmiah lewat proses ilmiah.

“Kompetensi sains siswa mesti dibangun melalui proses ilmiah di dalam maupun di luar kelas. Pembelajaran SNR memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berekspresi dan mengeksplorasi diri mereka lewat aktivitas sains yang bermakna dan menyenangkan," ucap dia.

    

Kenyataan bahwa prestasi belajar sains anak Indonesia kurang menggembirakan. Bercermin dari data Program for International Student Assessment (PISA) 2015, dari 70 negara yang berpartisipasi pada PISA 2015, Indonesia menempati posisi ke-62 untuk pelajaran sains.

Senada dengan hasil studi PISA 2015, hasil Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) 2016 tingkat Nasional pun menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains anak Indonesia sangat lemah. Sebanyak 73,61 persen anak memiliki kemampuan sains kurang, 25,38 persennak memiliki kemampuan sains cukup, dan hanya 1,01 persen anak memiliki kemampuan sains yang baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement