Senin 08 Jul 2019 18:34 WIB

20 Persen Ponsel di Indonesia Dibeli dari Black Market

Potensi pajak yang hilang dari penjualan ponsel ilegal diduga capai Rp 2,8 T.

Telepon Selular (ponsel) di salah satu pusat penjualan ponsel di Jakarta.  (ilustrasi)
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Telepon Selular (ponsel) di salah satu pusat penjualan ponsel di Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekitar 20 persen dari ponsel pintar yang beredar di Indonesia, masuk ke negara ini tanpa melalui registrasi dan sertifikasi dari pihak berwenang. Artinya ponsel pintar tersebut masuk secarailegal melalui saluran pasar yang biasa disebut sebagai black market.

Jika dalam setahun ada 45 juta unit ponsel pintar yang terjual di Indonesia, berarti sekitar 9 juta di antaranya adalah ponsel ilegal dengan nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) tidak terdaftar di lembaga berwenang di sini, demikian menurut Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) dalam siaran persnya, Senin (8/7).

Baca Juga

Director Government Affairs Qualcomm International Nies Purwati menjelaskan, masih tingginya peredaran ponsel pintar ilegal di Indonesia didorong oleh sejumlah faktor. Salah satunya, diterapkannya sistem DIRBS (Device Identification, Registration, and Blocking System) untuk pengendalian IMEI. Hal tersebut memicu peredaran ponsel black market yang tujuan awalnya ke negara lain, beralih ke Indonesia.

Ada juga ponsel ilegal yang bersumber dari dalam negeri. Yaitu dari perakitan maupun penjualannya, melalui media sosial maupun dijual via toko daring.

"Untuk Indonesia, kategori ponsel ilegal ditambah lagi, illegal smuggling, ponsel BM (black market)," ujar dia.

Perkiraan APSI, potensi nilai pajak yang hilang dari penjualan ponsel pintar secara ilegal di Indonesia mencapai Rp 2,8 triliun per tahun.

Beberapa kategori yang membuat ponsel pintar dikatakan ilegal menurut GSMA adalah IMEI tidak sesuai format, IMEI tidak valid, adanya penggandaan IMEI, penyalahgunaan IMEI dan penggunaan IMEI sementara. IMEI adalah kode unik dari setiap perangkat ponsel yang berlaku secara internasional.

Kode IMEI terdiri dari 14 hingga 16 digit. Nomor IMEI ini bukan semata untuk keperluan dagang, dan untuk mengetahui tipe ponsel, tapi juga untuk keamanan ponsel yang dipakai. Nomor IMEI juga dapat dicek dengan mengetik *#06# dan ketuk tombol menelepon.

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perdagangan akan membuat regulasi terkait validasi IMEI dengan sistem DIRBS atau Sistem Informasi Registrasi Identifikasi Nasional (SIRINA) dalam upaya mengendalikan peredaran ponsel ilegal melalui kontrol IMEI.

Aturan yang diterapkan untuk pengendalian database nomor identitas asli ponsel (IMEI) akan ditetapkan pada 17 Agustus 2019.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement