Senin 24 Jun 2019 14:45 WIB

DLH Muba Kembang Biakkan 'Lalat Tentara Hitam'

Larva dari lalat BSF ini dimanfaatkan untuk mengolah sampah organik.

Rep: Maman Sudiaman/ Red: Agus Yulianto
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Muba yang pada rangkaian Peda KTNA ke-13 ini memamerkan inovasi tata cara pembiakan  lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF). 
Foto: dok. Humas Pemkab Muba
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Muba yang pada rangkaian Peda KTNA ke-13 ini memamerkan inovasi tata cara pembiakan lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF). 

REPUBLIKA.CO.ID,  SEKAYU- Pekan Daerah (Peda) Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) ke-13 Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) yang dipusatkan di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) 24-28 Juni 2019, banjir karya inovasi. Salah satunya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Muba memamerkan inovasi tata cara pembiakan lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF).

"Larva dari lalat BSF ini dimanfaatkan untuk mengolah sampah organik dan hasilnya untuk bahan pakan ternak," khususnya larva untuk pakan ikan ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Muba, Andi Wijaya Busro dalam siaran persnya hari ini kepada Republika.co.id, Senin (24/6).  

"Lalat BSF bertelur di sekitar sampah. Dia meletakkannya di tempat kering dan bersih. Berbeda dengan lalat hijau," tambahnya.

photo
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Muba yang pada rangkaian Peda KTNA ke-13 ini memamerkan inovasi tata cara pembiakan lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF). 

Selain itu, lalat BSF tidak memiliki mulut. Dia hanya memiliki alat pengecap untuk memperoleh cairan dari tempat yang lembab. Dengan demikian, lalat BSF berbeda dengan lalat hijau yang membawa virus dan bakteri dari mulutnya.

Lalat BSF dewasa hanya hidup sembilan hari. Selama hidupnya, lalat BSF hanya kawin dan bertelur. Setelah proses berkembang biak, lalat jantan akan mati terlebih dahulu. "Selang satu atau dua hari, lalat betina akan bertelur, kemudian mati," ujarnya.

Dikatakan, sistem kerjanya, sampah akan dikonsumsi oleh maggot lalat BSF ini Kemudian, maggot yang sudah dikumpulkan akan dijadikan pakan untuk unggas dan ikan lele.  "Lalat BSF atau Sebutan lainya Maggot tidak hinggap di sampah seperti lalat hijau. Jika lalat hijau langsung hinggap dan bertelur di sampah, sebaliknya lalat Maggot bertelur di sekitar sampah," katanya.

Ia mengatakan, mini larva tersebut bisa mengonsumsi sampah selama dua minggu. Dalam perhitungannya, 10 gram telur (larva yang sudah menetas) bisa mengonsumsi 100-150 kilogram (kg) sampah organik per hari.  Kemudian, mini larva akan berubah menjadi magot (belatung atau larva lalat BSF) selama delapan hingga 17 hari.

Dari jumlah maggot secara keseluruhan, 90 persennya akan disisihkan untuk pakan ternak dan ikan, lalu 10 persennya lagi untuk dijadikan lalat lagi agar bertelur. "Magot mengandung protein tinggi, 19 asam amino, dan 11 mineral, sehingga diklaim sangat cocok untuk pakan ternak dan ikan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement