Selasa 18 Jun 2019 20:32 WIB

Pengamat: Perlu Aturan Lebih Rinci Soal Pelanggaran Internet

Regulasi bersifat mikro dinilai perlu mengatur poin terkecil pelanggaran internet.

Ilustrasi.
Foto: ABC
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengamat media sosial Rulli Nasrullah mengatakan perlu dibuat aturan yang lebih rinci terkait pelanggaran dan kejahatan di dunia maya atau internet. Menurutnya perlu kontinuitas regulasi yang mengikuti teknologi internet yang kurvanya naik cepat.

"Kita perlu regulasi-regulasi yang sifatnya mikro, yang secara teknis mengatur poin-poin terkecil dari pelanggaran-pelanggaran bentuk kejahatan apa pun yang ada di internet," kata Rulli di Jakarta, Selasa (18/6).

Menurut Rulli, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) belum bisa mencakup seluruh pelanggaran sehingga harus terus disempurnakan.

Ia mengakui Pemerintah sudah cukup tegas dalam melakukan tindakan. Persoalannya adalah teknologi internet itu kurvanya juga naik dengan sangat cepat, sementara regulasinya baru dibuat satu demi satu.

"Itu yang saya katakan perlu kontinuitas regulasi yang sangat luar biasa," ucap dosen Pascasarjana Komunikasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini.

Teknologi seperti internet, medsos bisa dikatakan menjadi pasar bebas ide. Siapa pun dengan tujuan positif maupun negatif bisa masuk untuk memasarkan ide-ide mereka.

"Ini menjadi persoalan yang serius kalau seandainya ide yang ditawarkan itu adalah ide-ide tentang kekerasan atas nama agama, pelanggaran HAM ataupun tentang terorisme dan segala macamnya. Sementara literasi digital di masyarakat sendiri sangat pelan," ujarnya.

Diakui Rulli, sudah banyak riset yang menunjukkan bahwa medsos telah dijadikan saluran untuk perekrutan maupun digunakan untuk penanaman konsep kekerasan atas nama agama dan juga atas nama identitas.

Menurut Rulli, pemilik platform medsos seperti Youtube, Facebook hendaknya ikut turun tangan memonitor konten yang bersifat provokasi ajakan kekerasan yang bisa merusak persatuan.

Ketika perusahaan pemilik platform tersebut telah masuk dan beroperasi secara komersial di sebuah negara maka dia harus mengikuti regulasi yang ada di negara tersebut.

"Perlu ada regulasi khusus antara perusahaan medsos dengan pihak pemerintah untuk mengatur banyak hal seperti itu. Karena ini teknologi, saya pikir dari pihak medsos sebenarnya sangat mudah, tinggal memasukkan kata kunci maka konten-konten seperti pornografi, radikalisme, kekerasan tidak akan muncul," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement