REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING — Ganja dianggap sebahai salah satu jenis tumbuhan yang ilegal karena kandungan zat narkotika. Banyak perdebatan yang muncul karena masalah ketergantungan yang terjadi sebagai dampak berbahaya tanaman ini.
Namun, ternyata ganja pernah dikonsumsi pada 2.500 tahun yang lalu. Dilansir Livescience, para arkeolog menemukan bukti bahwa orang-orang mengkonsumsi rokok ganja dengan zat psikoaktifnya sekitar 2.500 tahun lalu. Mereka mengatakan bahwa nampaknya ganja pada zaman dahu dibakar dengan tingkat tetrahydrocannabinol (THC) yang tinggi.
Hal itu terlihat dari adanya 10 pembakar dupa kayu, yang dikenal sebagai brazier. Benda ini ditemukan di samping delapan pemakaman manusia di sebuah situs kuno yang dikenal sebagai Pemakaman Jirzankal di Dataran Tinggi Pamir di wilayah barat Cina.
Semua pembakar membawa residu misterius, yang segera diungkap oleh sebuah uji kimia sebagai kanabis. Para peneliti telah mengetahui selama beberapa dekade bahwa orang-orang kuno di Cina timur menanam ganja pada 3500 SM.
“Kami mengidentifikasi biomarker dari kanabis,” ujar rekan peneliti studi dari departemen arkeologi dan antropologi Universitas Ilmu Pengetahuan Cina dilansir Livescience pada Senin (17/6).
Ganja yang ditanam oleh orang-orang di timur Cina diketahui memiliki sifat psikoaktif yang rendah. Saat itu, ganja juga nampaknya ditanam sebagai tanaman biji-minyak dan serat. Dengan kata lain, ganja mungkin tidak ditujukan untuk menjadi rokok ganja atau konsumsi langsung yang berbahaya seperti di era moderen saat ini.
Sementara, residu ganja yang ditemukan di anglo, menceritakan kisah lain. Ada kemungkinan bahwa orang kuno sengaja memilih tanaman ganja dengan tingkat THC tinggi dan kemudian mengisapnya sebagai bagian dari ritual atau kegiatan keagamaan yang terkait dengan pemakaman.
“Mungkin ini ditujukan sebagai perantara untuk berkomunikasi dengan dewa atau orang yang sudah meninggal,” tulis para peneliti.
Para arkeolog mulai menggali Kuburan Jirzankal pada 2013. Dari sana, mereka tertarik untuk menemukan brazier, yang menyimpan batu pemanas.
Untuk menentukan apa yang telah dibakar oleh orang-orang kuno ini, para arkeolog bermitra dengan tim Yang. Dari sana teknik yang dikenal sebagai spektrometri massa kromatografi gas untuk menganalisis residu kimiawi pada anglo digunakan.
Dalam tes pertama, para peneliti menemukan biomarker ganja pada kayu hangus internal anglo. Kemudian, mereka menganalisis sampel ganja kuno dari Pemakaman Jiayi yang berusia 2.500 tahun di Turpan, Cina, di mana tanaman itu ditemukan diletakkan di dada seorang pria sebagai kain kafan. Tes ini menunjukkan komponen ganja yang diawetkan, termasuk cannabinol (CBN), cannabidiol (CBD) dan cannabicyclol (CBL).
Meskipun THC tidak terpelihara dengan baik, terdapat CBN sebagai indikator yang baik. Menariknya, para peneliti menemukan banyak CBN pada brazier kayu dan dua batu, menunjukkan bahwa tingkat THC di dalamnya lebih tinggi daripada yang biasa ditemukan pada tanaman liar. Sebagai kontrol, mereka menguji sampel dari luar anglo, tetapi tidak menemukan cannabinoid.
Dari catatan peneliti, penguburan di zaman itu lebih sejalan dengan praktik kamar mayat dari Asia Tengah kuno. Termasuk negara-negara seperti Uzbekistan dan Kirgistan, daripada orang-orang dari Cina.
Dari mana zat psikoaktof ganja berasal?
Kemudian, pertanyaan yang muncul adalah dari mana zat psikoaktif yang tinggi ada dalam ganja karena kebanyakan ganja liar, serta varietas tanaman awal yang dibudidayakan, mengandung senyawa psikoaktif tingkat rendah. Peneliti menjawab dengan dua gagasan utama.
Pertama adalah varietas ganja liar dengan tingkat psikoaktif tinggi muncul secara alami, hingga kemudian manusia menemukan dan mengolahnya. Salah satu penyebab kemunculan secara alami itu bisa dikaitkan dengan tempat atau lokasi tanaman tersebut tumbuh.
Seperti di Pemakaman Jirzankal yang berada di dataran tinggi di pegunungan, lebih dari 9.800 kaki (3.000 meter) di atas permukaan laut. Hal ini disebut membuat tanaman mengalami tekanan yang membuat itu menciptakan lebih banyak sifat psikoaktif.
Dari garis pemikiran tersebut, lingkungan gunung yang ekstrem , seperti suhu rendah, ketersediaan nutrisi rendah, paparan sinar ultraviolet yang tinggi dan intensitas cahaya yang kuat juga mungkin telah menyebabkan tanaman mengubah cara mereka memproduksi atau memetabolisme senyawa tertentu. Pada akhirnya, itu dapat menyebabkan penciptaan sejumlah besar senyawa psikoaktif.
Gagasan lain bahwa manusia baik sengaja maupun tidak berperan dalam meningkatkan sifat psikoaktif tanaman, mungkin juga dapat dipahami. Orang-orang selama ini nampaknya menanam berbagai tanaman ganja yang mengarah ke varietas dengan tingkat THC yang lebih tinggi.
Penelitian ini adalah yang terbaru untuk melihat asal ganja dan kegunaan bersejarah. Pada Mei, kelompok peneliti lain mengemukakan bahwa tanaman ganja kemungkinan berasal dari dataran tinggi Tibet, menurut sebuah analisis terhadap serbuk sari fosil.
Temuan baru juga memberikan bagian lain dalam teka-teki arkeologi biomolekuler dari 'abiding mystery of Central Asia' serta dampaknya pada pengembangan budaya dan biologis manusia selama ribuan tahun. Hal ini diungkapkan oleh Patrick McGovern, direktur ilmiah Proyek Arkeologi Biomolekuler di Penn Museum di Philadelphia, yang tidak terlibat dalam penelitian ini dan mengatakan masih banyak hal yang harus dipelajari.