Sabtu 08 Jun 2019 05:55 WIB

Peneliti Temukan 16 Spesies Baru Keong Darat Jawa

Landouria merupakan keong darat yang memiliki keanekaragaman spesies tinggi di Jawa.

Keong mas
Foto: Irwansyah Putra/Antara
Keong mas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti moluska atau malacologist dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Centrum für Naturkunde (CeNak) Universitat Hamburg, Jerman, menemukan 16 spesies baru keong darat Landouria asal Pulau Jawa.

Penemuan tersebut dipublikasikan dalam Revision of the Land Snail genus Landouria Godwin-Austen, 1918 (Gastropoda, Camaenidae) from Java yang diterbitkan oleh European Journal of Taxonomy edisi Mei 2019.

Baca Juga

Peneliti moluska dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Ayu Savitri Nurinsiyah yang menemukan spesies baru ini saat dihubungi Antara di Jakarta, beberapa waktu lalu, mengatakan penelitian dilakukan terhadap spesimen yang menjadi koleksi beberapa museum di dunia, seperti Natural History Museum of London di Inggris, Naturalis Biodiversity Center di Belanda, Senckenberg Museum of Frankfurt, Zoological Museum of the University of Hamburg di Jerman, serta Museum Zoologicum Bogoriense di Indonesia.

Selain dari museum, penelitian juga dilakukan terhadap koleksi keong darat Landouria dari penemuan lapangan di Jawa pada 2013-2015. "Kalau (koleksi) museum, yang paling lama koleksi tahun 1889. Koleksinya A. Strubell dari Gunung Salak. Sekarang tersimpan di Senckenberg Museum of Frankfurt (SMF), Jerman," kata Ayu.

Dari hasil penelitian yang dilakukan bersama Marco Neiber dan Bernhard Hausdorf, Malacologist dari CeNak, menurut Ayu, sebetulnya merevisi satu genus di Jawa bernama Landouria. "Dalam melakukan revisi sistematika, penelitian ini menerapkan pendekatan integratif yang menggabungkan pemeriksaan morfologi cangkang, karakter genitalia, dan DNA," ujar Ayu.

Sehingga jika berdasarkan karakter morfologi cangkangnya ia mengatakan diketahui dari yang awalnya hanya tujuh spesies yang terungkap di Jawa, setelah ditelaah lebih mendalam dengan examination genitalia dan DNA ternyata jumlahnya menjadi 28.

"Dari enam spesies Landouria yang diungkap oleh van Benthem Jutting (1950) dan satu spesies oleh Bunjamin Dharma (2015), kami berhasil mendeskripsi kembali 28 spesies di Jawa, 16 di antaranya adalah spesies baru dalam ilmu pengetahuan," ujar dia.

Ayu mengatakan 16 spesies tersebut di antaranya adalah Landouria parahyangensis yang dinamakan berdasarkan area sebaran spesies tersebut, yaitu di tanah Sunda (Parahyangan). Landouria petrukensis diberi nama Petruk karena hanya ditemukan di kawasan Gua Petruk, Kebumen, Jawa Tengah.

"Sedangkan Landouria abdidalem terinspirasi dari abdi dalem Keraton Yogyakarta di mana spesies tersebut ditemukan di Provinsi Yogyakarta," ujar Ayu.

Sementara spesies-spesies lainnya masing-masing diberi nama Landouria naggsi, Landouria nusakambangensis, Landouria tholiformis, Landouria tonywhitteni, Landouria madurensis, Landouria sewuensis, Landouria sukoliloensis, Landouria nodifera, Landouria pacitanensis, Landouria zonifera, Landouria pakidulan, Landouria dharmai, dan Landouria menorehensis.

Ayu menjelaskan hasil penelitian mengungkapkan Landouria merupakan keong darat yang memiliki keanekaragaman spesies tinggi di Jawa. Sebagian besar adalah hewan endemik atau hanya memiliki sebaran di daerah-daerah tertentu di Jawa.

"Keanekaragaman spesies Landouria tertinggi sebanyak 19 spesies terdapat di dataran rendah di bawah 500 mdpl. Keragaman tersebut berkurang dengan meningkatnya ketinggian," ujar Ayu.

Menurut Ayu, hanya lima spesies yang tercatat berada pada ketinggian di atas 1.000 mdpl, dan hanya dua spesies yang diketahui memiliki sebaran hingga ketinggian di atas 2.000 mdpl. "Karena sebaran yang terbatas inilah, hewan endemik seperti Landouria terancam kepunahan," ujarnya.

"Ternyata di Jawa itu hampir di tiap gunung, atau lokasi karst (kapur) memiliki jenis Landouria yang berbeda. Dan masih ada kemungkinan bertambah jenis barunya, karena saya belum koleksi ke semua gunung di Jawa," kata Ayu.

Peneliti yang baru bergabung dengan LIPI pada 2018 ini mengatakan beberapa spesies keong darat yang baru terungkap tersebut masih banyak ditemukan di habitat aslinya.

"Tapi ada dua spesies yang saya kurang tahu dia masih ada atau tidak. Karena ditemukan dari koleksi lama Museum Zoologicum Bogoriense yang ada di LIPI dan Zoologisches Museum Amsterdam (sekarang koleksinya ada di Naturalis, Leiden). Sedangkan satu spesies di antaranya malah koleksi tahun 1927-1932," kata Ayu.

Ia mengungkapkan perubahan dan kehilangan habitat merupakan salah satu contoh ancaman yang sedang dihadapi oleh Landouria di Jawa. Ia khawatir mereka bahkan hilang sebelum ditemukan.

Terkait adanya perizinan eksplorasi dan eksploitasi karts yang banyak menjadi habitat keong darat Landouria ini, ia hanya menduga mereka yang berperan mengambil kebijakan bimbang memilih antara memanfaatkan sumber daya untuk memasok kebutuhan pembangunan negara atau lebih baik menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia. Oleh karena itu, menurut dia, konservasi dan pengungkapan keanekaragaman hayati Indonesia sangat penting dan mendesak dilakukan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement