Selasa 14 May 2019 17:10 WIB

Satu Orang Meninggal dalam 30 Detik Akibat Polusi Plastik

Plastik menjadi masalah yang mendesak di dunia.

Rep: rossi handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
Puasa plastik (ilustrasi)
Foto: mgrol101
Puasa plastik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE -- Laporan baru menemukan, satu orang meninggal setiap 30 detik di negara-negara berkembang karena penyakit yang disebabkan oleh polusi plastik, dan sampah yang tidak tertampung. Para peneliti menemukan hingga satu juta orang meninggal setiap tahun dari kondisi seperti diare, malaria dan kanker.

"Laporan ini adalah yang pertama untuk menyoroti dampak pencemaran plastik tidak hanya pada satwa liar tetapi juga pada orang-orang termiskin di dunia," kata Wakil presiden di Fauna & Flora International (FFI), Sir David Attenborough, dilansir dari Sky News, Selasa (14/5).

Baca Juga

Laporan tersebut ditemukan oleh lembaga bantuan dan pengembangan internasional Tearfund, bersama dengan Institute of Development Studies, WasteAid dan badan amal konservasi  FFI. Menurut dia, kini sudah saatnya untuk memberikan perhatian lebih kepada salah satu masalah paling mendesak saat ini.

"Mencegah krisis polusi plastik. Tidak hanya untuk kesehatan planet kita, tetapi untuk kesejahteraan orang di seluruh dunia," ujar Attenborough.

Menurut dia, saat ini manusia membutuhkan kepemimpinan dari mereka yang bertanggung jawab untuk memperkenalkan plastik ke negara-negara di mana plastik tidak dapat dikelola secara memadai. "Kami membutuhkan tindakan internasional untuk mendukung masyarakat dan pemerintah yang paling terkena dampak krisis ini," kata  Attenborough.

Secara global, dua miliar orang atau sekitar satu dari empat populasi dunia tidak mengumpulkan sampah mereka. Ini mengarah pada penumpukan sampah di sungai yang menyebabkan banjir, dan penyebaran penyakit menular.

Banyak upaya untuk membuang limbah dengan membakarnya, kemudian menyebabkan asap berbahaya. Ini menjadi sumber emisi karbon terbesar di beberapa negara.

Laporan tersebut telah mendesak perusahaan multinasional, seperti Coca-Cola, Nestle, PepsiCo dan Unilever, untuk secara fundamental mengubah model bisnis mereka. Ini dilakukan dengan berkomitmen untuk melaporkan jumlah barang plastik sekali pakai yang mereka distribusikan di negara berkembang pada 2020, dan mengurangi setengahnya pada 2025.

"Para CEO yang menjalankan perusahaan multinasional ini tidak dapat lagi mengabaikan akibatnya dari setiap penggunaan plastik. Tidak ada waktu untuk disia-siakan," kata perwakilan Tearfund, Dr. Ruth Valerio.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement