REPUBLIKA.CO.ID, OXFORD -- Facebook masih menjadi salah satu media sosial populer saat ini. Jumlah pengguna aktif bulanannya terus tumbuh dari waktu ke waktu. Studi oleh tim dari Institut Internet Oxford Inggris memprediksi akan ada saatnya hal itu terhenti.
Studi tersebut mengungkap pada 2070 Facebook bakal dipenuhi pengguna yang sudah tutup usia. Jumlah profil mati dari pengguna yang meninggal dunia tersebut diperkirakan lebih banyak daripada pengguna yang masih hidup.
Hasil studi itu telah diterbitkan dalam jurnal Big Data & Society. Tim menggunakan tiga jenis data. Mereka memproyeksikan tingkat mortalitas abad 21 dan melakukan kalkulasi dengan data PBB berdasarkan usia dan kebangsaan.
Selanjutnya, mereka melakukan proyeksi data populasi secara keseluruhan yang juga didasarkan pada basis data PBB. Tim lalu menganalisis data pengguna total Facebook dari halaman Audience Insights kelompok usia dan asal negara.
Usai menganalisis data, para peneliti memberlakukan dua skenario ekstrem. Realitas dibayangkan berada di antara kedua titik ekstrem tersebut. Skenario pertama, Facebook tidak lagi memiliki pengguna baru sejak 2018.
Dengan kondisi itu, pada 2060 jumlah profil mati di Facebook akan berjumlah sekitar 500 juta dan melampaui satu miliar pada 2079. Tahun 2100, ada 1,4 miliar pengguna yang sudah meninggal dunia dari estimasi 1,43 miliar pengguna (sekitar 98 persen).
Hingga akhir abad ini, 44 persen profil mati berasal dari Asia. India dan Indonesia berkontribusi pada setengah jumlahnya yakni sebanyak 279 juta profil mati. Pada 2070, jumlah pengguna yang meninggal melebihi mereka yang masih hidup.
Perlu diingat bahwa itu masih skenario pertama. Pada perkiraan kondisi ekstrem yang kedua, Facebook terus-menerus menambah pengguna baru. Tingkat pertumbuhan rata-rata Facebook secara global saat ini adalah 13 persen per tahun.
Dengan kondisi tersebut, jumlah pengguna yang sudah meninggal tidak melampaui pengguna yang masih hidup sampai dekade pertama abad ke-22. Tetapi pada 2100, sudah ada sekitar 4,9 juta profil mati di Facebook.
Ditinjau dari skenario tersebut, Asia masih berkontribusi sangat besar, sekitar 42 persen. Negara terbesar adalah India dengan jumlah 16 persen. Afrika menyusul dengan kontribusi 36 persen, dengan angka terbesar yaitu enam persen dari negara Nigeria.
Lantas, apa signifikansi dari semua prediksi data tersebut? Meski sekilas terdengar menyeramkan, penelitian tidak biasa ini memiliki implikasi cukup serius. Penulis utama studi, Carl Ohman, menjelaskan statistik itu memunculkan pertanyaan baru.
Misalnya, tentang hak kepemilikan data dan manajemen yang tepat untuk semua peninggalan jejak digital. Ohman dan timnya berpendapat tidak semestinya akses ke data historis hanya terbatas dimiliki oleh perusahaan nirlaba tunggal.
Penguasaan itu sama artinya mengetahui data perilaku dan budaya manusia yang begitu masif serta bisa mengendalikan sejarah. Perlu ada kebijakan tertentu terkait data yang disepakati bersama oleh keluarga dan sahabat dari pengguna yang berpulang.
Profil dari para pengguna yang sudah meninggal akan menjadi bagian dari warisan digital global. Penting juga untuk memastikan generasi masa depan dapat menggunakan warisan digital tersebut guna memahami sejarah mereka.
"Manajemen sisa-sisa digital akan memengaruhi semua orang yang menggunakan media sosial, karena kita semua suatu hari akan meninggal dunia dan mewariskan data," kata kandidat doktor di Institut Internet Oxford itu, dikutip dari laman Bustle.