Kamis 25 Apr 2019 17:50 WIB

Ilmuwan Temukan Mutasi Gen Penyebab Seseorang Begadang

Orang yang begadang akan berjuang untuk bisa bangun pagi

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Christiyaningsih
Susah tidur (ilustrasi)
Susah tidur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Orang yang gemar begadang akan berjuang untuk bisa bangun pagi. Para peneliti akhirnya mengidentifikasi penyebab genetik yang menyebabkan jetlag sosial ini.

Sebuah studi pada 2017 mengungkapkan fakta pada orang yang begadang dan berjuang bangun pagi serta tidak malas. Jam internal mereka secara genetika diprogram berjalan antara dua dan 2,5 jam lebih lambat daripada populasi lainnya. Ini berkat mutasi dalam gen jam tubuh yang disebut CRY1.

Baca Juga

Secara umum, jam tubuh manusia sekitar 24 jam. Ini berarti hal-hal seperti pencernaan, tidur, dan perbaikan sel semuanya sudah memiliki waktunya masing-masing.

“Pembawa mutasi memiliki hari lebih panjang daripada yang diberikan planet ini pada mereka. Jadi mereka pada dasarnya berkejaran (waktu) selama hidup mereka,” ujar pemimpin peneliti Alina Patke dari The Rockefeller University di New York dilansir Science Alert, Kamis (25/4).

Untuk lebih jelasnya, kita tidak hanya berbicara tentang siapa saja yang memiliki kecanduan pada gawai. Orang yang terjaga pada malam hari atau disebut night owl adalah orang-orang yang bahkan tanpa gawai dan lampu, masih akan tertidur dan bangun terlambat. Sebaliknya orang yang jauh dari kota umumnya akan mengatur waktu tidur mereka dengan terbit dan terbenamnya matahari.

Night owl yang berjuang untuk mendapatkan tidur cukup sering didiagnosis tidur dengan gangguan fase tidur tertunda (DSPD). Para peneliti memperkirakan sekitar 10 persen dari populasi global dipengaruhi oleh kondisi ini.

Selain lebih lelah, orang-orang dengan DSPD menderita banyak masalah kesehatan. Sebab, tubuh mereka terus-menerus berusaha mengejar ketinggalan garis waktu bangun dan tidur.

Kondisi ini dikaitkan dengan kecemasan, depresi, penyakit kardiovaskular, dan diabetes. Belum lagi frustrasi terus-menerus trauma oleh jam alarm setiap pagi. “Seolah-olah orang-orang ini memiliki jetlag abadi. Di pagi hari, mereka belum siap untuk hari berikutnya tiba,” kata salah satu peneliti Michael Young.

Patke dan rekan-rekannya pertama kali mengidentifikasi mutasi genetik ini hampir satu dekade lalu. Identifikasi dimulai ketika seorang wanita berusia 46 datang ke klinik setelah berjuang dengan siklus tidurnya yang terlambat. Bahkan setelah ditempatkan disebuah apartemen tanpa jendela, TV, atau internet selama dua pekan, wanita itu masih memiliki ritme sikardian 25 jam dan tidurnya terfragmentasi.

Setelah mempelajari gennya, tim menemukan dia memiliki mutasi satu huruf pada gen CRY1 yang mereka duga dapat menyebabkan masalah. Dalam studi 2017 ini, peneliti mengambil langkah lebih jauh dan mempelajari gen CRY1 dalam sel kulit keluarga besar wanita. Hasilnya menunjukkan mereka semua memiliki mutasi yang sama.

Penyelidikan lebih lanjut mengungkapkan perubahan tersebut menyebabkan sebagian besar protein yang dihasilkan hilang. Artinya protein CRY1 yang menghambat menjadi terlalu aktif dan menekan aktivator lebih lama dari yang seharusnya.

Tim kemudian mendukung penelitian mereka dengan menganalisis pola tidur enam keluarga Turki. Sebanyak 39 peserta memiliki DSPD dan membawa mutasi night owl CRY1 dan 31 peserta tidak memiliki keduanya.

Sebanyak 31 orang tanpa mutasi genetik, titik tengah tidur mereka adalah pukul 04.00. Tetapi sisanya dengan DSPD memiliki titik tengah tidur antara pukul 06.00 dan 08.00.

Kabar baiknya adalah jam tubuh kita, termasuk CRY1, dikendalikan oleh isyarat eksternal seperti paparan cahaya. Dengan demikian orang harus dapat mengelola DSPD secara efektif jika mereka tetap pada rutinitas yang terawasi.

“Siklus eksternal dan kebersihan tidur yang baik dapat membantu memaksa jam berjalan lambat untuk mengakomodasi 24 jam sehari. Kita hanya harus bekerja lebih keras untuk itu,” ujar Patke.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement