REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang astronot, Scott Kelly yang berpartisipasi pada penelitian twin study melakukan reaksi aneh, setidaknya dalam uji coba perjalanan selama hampir satu tahun pada orbit. Reaksi aneh itu dihasilkan dari perbandingan dia dengan kembaran identiknya di bumi.
Dilansir di Statnews, Kamis (12/4), penelitian yang baru dipublikasi menunjukkan tak ada hasil uji coba yang dapat menggagalkan perjalanan jauh luar angkasa, seperti ke Mars, misalnya. Namun, kabar baiknya, menurut para ilmuwan yang merilis hasil dari twin study, Kelly sangat bersemangat setelah pulang ke rumah. Studi ini merupakan sebuah kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya, untuk melacak konsekuensi biologis dari perjalanan luar angkasa, dalam ganda genetik.
“Ini menandai adanya kebangkitan genomika manusia di luar angkasa," kata peneliti dari Universitas Johns Hopkins, Dr. Andrew Feinberg . Dia memimpin satu dari 10 tim peneliti yang meneliti kesehatan si kembar ke tingkat molekuler sebelum, selama, dan setelah 340 hari Kelly tinggal di Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Lebih penting lagi, penelitian ini mewakili lebih dari satu langkah kecil bagi umat manusia dengan menunjukkan potensi risiko perjalanan luar angkasa berdurasi lebih lama yang perlu dipelajari di lebih banyak astronot. Hal itu diungkapkan oleh peneliti lain dari Universitas Darmstadt Jerman, Markus Lobrich dan peneliti dari Universitas Sussex, Penny Jeggo, yang tak terlibat dalam penelitian in
NASA sudah tahu beberapa jalan dalam perjalanan ruang angkasa. Kali ini, para ilmuwan yang didanai NASA mencari keseluruhan perubahan fisiologis dan genom yang dialami Scott Kelly di luar angkasa, membandingkannya dengan DNA ganda yang ada pada kembarannya, yang juga mantan astronot, Mark Kelly. Beberapa hasil telah dilaporkan pada bulan Februari.
Temuan paling aneh, menurut para peneliti, adalah sesuatu yang disebut telomer, yang ada pada ujung pelindung kromosom. Telomer, secara bertahap memendek seiring bertambahnya usia, dan dianggap terkait dengan penyakit terkait usia termasuk beberapa jenis kanker.
Namun di luar angkasa, telomer Scott Kelly bertambah panjang. "Kami terkejut," kata pakar telomer Universitas Negeri Colorado, Susan Bailey.
Meskipun demikian, hal itu tidak berarti Kelly semakin muda. Saat kembali ke bumi, telomere-nya sebagian besar kembali ke rata-rata kondisi pada saat sebelum perjalanan luar angkasanya berjalan, meskipun ia memiliki telomer yang lebih pendek daripada sebelumnya.
Selanjutnya, penelitian menemukan, DNA Kelly tidak bermutasi di ruang angkasa. Akan tetapi aktivitas banyak terjadi pada gennya, seperti bagaimana mereka menghidupkan dan mematikan, melakukan perubahan terutama di paruh terakhir perjalanan, yang berakhir pada Maret 2016.
“Gen sistem kekebalan terutama terpengaruh, menempatkannya hampir dalam siaga tinggi sebagai cara untuk mencoba dan memahami lingkungan baru ini," kata rekan penulis studi yang juga ahli genetika Weill Cornell Medicine di New York, Christopher Mason.