Ahad 31 Mar 2019 06:30 WIB

Zuckerberg Minta Pemerintah Bantu Kontrol Konten Internet

Usulan itu mencuat pasca-aksi terorisme di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.

Mark Zuckerberg.
Foto: EPA
Mark Zuckerberg.

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Pendiri media sosial (medsos) Facebook Mark Zuckerberg mengusulkan regulator dan pemerintah turut memainkan peran dalam mengendalikan konten internet. Dia mengatakan, tanggung jawab memantau berbagai konten berbahaya terlalu besar jika dibebankan pada Facebook saja.

Dilansir di BBC News pada Ahad (31/3), Zuckerberg menyerukan undang-undang baru di empat bidang, yakni konten berbahaya, integritas pemilihan, privasi, dan portabilitas data. Usulan itu mencuat pasca-aksi terorisme di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Teroris memanfaatkan Facebook untuk menyiarkan aksi penyerangan terhadap umat Muslim di dua masjid.

Zuckerberg ingin melihat aturan baru perusahaan teknologi. Peraturan baru itu harus berlaku sama untuk semua situs web. Tujuannya, agar lebih mudah menghentikan penyebaran konten berbahaya ke platform lain.

Secara singkat, Zuckerberg menyerukan sejumlah hal. Pertama, aturan umum yang harus dipatuhi oleh semua situs medsos. Aturan itu harus ditegakkan oleh badan pihak ketiga untuk mengontrol penyebaran konten berbahaya. Kedua, semua perusahaan teknologi besar merilis laporan transparansi setiap tiga bulan. Tujuanya, membuat perusahaan teknologi besar lebih setara dengan pelaporan.

Ketiga, undang-undang yang lebih kuat di seluruh dunia untuk melindungi integritas pemilu dengan standar umum. Keempat, hukum tidak hanya berlaku untuk kandidat dan pemilu, tetapi juga masalah politik yang memecah belah suatu bangsa.

Kelima, standar industri yang luas untuk mengontrol bagaimana kampanye politik menggunakan data yang menargetkan pemilih secara daring. Keenam, lebih banyak negara yang mengadopsi undang-undang privasi, seperti Peraturan Perlindungan Data Umum Uni Eropa (GDPR) yang mulai berlaku tahun lalu.

Ketujuh, kerangka kerja global bersama yang berarti undang-undang itu distandarisasi secara global, dan bukannya berbeda secara substansial dari satu negara ke negara lainnya. Kedelapan, aturan yang jelas tentang siapa yang bertanggung jawab untuk melindungi data orang, ketika mereka memindahkan dari satu layanan ke layanan lainnya.

Surat terbuka yang juga akan diterbitkan di beberapa surat kabar Eropa itu, muncul setelah jejaring sosial itu menghadapi pertanyaan tentang perannya dalam skandal Cambridge Analytica, seputar penyalahgunaan data selama kampanye pemilihan.

Situs itu dikritik karena gagal menghentikan penyebaran rekaman pembunuhan di masjid di Christchurch. Video penembakan yang disiarkan langsung ke halaman Facebook telah disalin hingga 1,5 juta kali. Namun, surat Zuckerberg tidak secara spesifik menyebutkan aksi terorisme itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement