REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sebuah kelompok advokasi Muslim Prancis menuntut Facebook dan Youtube terkait kasus siaran langsung (live) insiden penembakan masjid Selandia Baru pada 15 Maret lalu. Penuntut menyayangkan bisa lolosnya siaran langsung tersebut dari pengawasan kedua raksasa internet.
Dewan Agama Islam Prancis meminta Facebook dan Youtube melarang segala konten berbentuk terorisme, kekerasan untuk disiarkan. "Atau yang cenderung melanggar martabat manusia dan bertanggung jawab untuk dilihat oleh anak di bawah umur," tulis salinan dari tuntutan yang diajukan di Paris dilansir NYPost, Selasa (26/3).
Ektremis asal Australia, Brenton Tarrant (28) menyiarkan kebrutalannya terhadap Muslim di Facebook dari kamera GoPro yang dipasang pada helmnya. Penembakan oleh Tarrant telah menewaskan 50 orang di dua masjid di Christchurch.
Video penembakan brutal berdurasi selama hampir satu jam itu telah disaksikan lebih dari empat ribu kali. Pengguna Facebook sempat menyalin rekaman sebelum akhirnya dihapus.
Perdana Menteri Selandia Baru mengecam perusahaan-perusahaan media karena tidak lebih bertanggung jawab dengan konten yang mereka izinkan. Bank-bank terbesar di negara itu juga menarik iklan mereka dari Facebook dan Google.
Sebelumnya, pihak Facebook Selandia Baru diketahui telah menghapus 1,5 juta video serangan secara global dalam 24 jam pertama sejak serangan tersebut. Itu termasuk 1,2 juta yang diblokir selama tahap unggah.
Kepolisian Selandia Baru menangkap dua terduga pelaku saat serangan berlangsung, karena kedua orang itu membawa senjata api di dalam mobilnya, meski ternyata dua orang itu tidak terlibat.