Ahad 24 Mar 2019 16:15 WIB

Ilmuwan Klaim Temukan Bintang Tertua di Alam Semesta

Bintang tertua itu ditemukan dari pengamatan Galaksi Bima Sakti.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Galaksi bima sakti (ilustrasi)
Foto: wikipedia
Galaksi bima sakti (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SAO PAULO — Ilmuwan menemukan bintang yang diduga sebagai tertua di alam semesta. Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, dibahas mengenai beberapa bintang tertua di alam semesta. Bintang tertua itu ditemukan dari pengamatan Milky Way atau galaksi bima sakti, atau yang secara sederhana diartikan sebagai bintang yang bertaburan di angkasa.

Para peneliti kemudian menganalisis sekelompok bintang tua yang cahayanya mulai redup, disebut sebagai HP1. Bintang ini terletak sekitar 21.500 tahun cahaya dari bumi, di tengah pusat galaksi.

Baca Juga

Dengan menggunakan pengamatan dari teleskop Chili Gemini South dan arsip Hubble Space Telescope, para peneliti menemukan usia bintang-bintang tersebut adalah sekitar 12,8 miliar tahun. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa terdapat bintang tertua yang pernah ditemukan dalam Bima Sakti dan di alam semesta secara keseluruhan.

"Ini juga beberapa bintang tertua yang pernah kita lihat di mana saja," ujar rekan dari penulis penelitian tersebut, Stefano Souza dalam sebuah pernyataan dilansir Livescience, Ahad (24/3).

Sebelumnya, sebuah penelitian dilakukan untuk membuktikan bahwa bintang-bintang yang berusia sangat tua bersembunyi di Bima Sakti, dengan mempelajari HP1 dan gugusan terdekat lainnya. Namun, Souza dan rekan-rekannya menganalisis masalah dengan resolusi yang belum pernah terjadi sebelumnya, berkat teknik pencitraan yang disebut optik adaptif.

Pada dasarnya, metode itu mengoreksi gambar ruang untuk distorsi cahaya yang disebabkan oleh atmosfer bumi. Dengan menggabungkan pengamatan ultra-definisi tinggi ini dan meninjau rekaman arsip dari Hubble, tim studi menghitung jarak ke Bumi bahkan untuk bintang paling redup dan paling tertutup debu di HP1.

Jarak membantu tim untuk menghitung tingkat kecerahan pada bintang. Selain itu, juga termasuk intensitas dan warna cahaya masing-masing bintang, serta menjelaskan tipe bintang-bintang tersebut. Sebagai contoh seperti apakah besar atau kecil, atau memancarkan banyak elemen yang lebih berat daripada hidrogen dan helium.

Berat unsur logam menjadi informasi penting bagi para ilmuwan yang mempelajari penuaan benda langit. Para peneliti meyakini bahwa bintang paling pertama di alam semesta terbentuk dari awan purba gas hidrogen murni.

Atom helium pertama di alam semesta diperkirakan telah muncul dari reaksi nuklir di jantung bintang-bintang kuno ini. Akhirnya, ketika semakin banyak bintang yang lahir, setiap unsur lain yang diketahui manusia menjadikan bintang semakin ada.

Bintang yang menghasilkan banyak elemen lebih berat dari hidrogen dan helium dianggap relatif muda dalam skema kosmik. Jadi, ketika para peneliti Gemini melihat bahwa bintang-bintang HP1 sangat ringan pada unsur-unsur berat, mereka tahu HP1 memiliki gugusan yang sudah tua.

Fakta bahwa Bima Sakti menyembunyikan bintang-bintang kuno membuat ini sebagai lokasi tepat bagi para ilmuwan mempelajari masa-masa awal tata surya di alam semesta. HP1 disebut sebagai anggota bintang yang masih mampu bertahan hidup dalam kehidupan di alam semesta yang selalu berubah-ubah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement