REPUBLIKA.CO.ID, MENLO PARK -- Media sosial Facebook yang sempat bermasalah membuat pesaingnya kebanjiran pengguna baru. Pada Kamis (14/3), Telegram mengumumkan adanya tambahan tiga juta pengguna selama 24 jam terakhir.
Pendiri Telegram, Pavel Durov, mengirim pesan dari akunnya untuk merayakan tambahan jumlah masif itu. Dia menjanjikan bahwa layanan media sosialnya bakal memberikan jaminan privasi yang sesungguhnya serta ruang tak terbatas bagi semua orang.
Sebagian besar pengguna Facebook dan Instagram dari seluruh dunia melaporkan kesulitan mengakses media sosialnya selama berjam-jam. Berdasarkan pantauan pelacak Down Detector, aplikasi perpesanan WhatsApp juga mengalami hal serupa.
Laman Gizmodo melaporkan, Instagram adalah satu-satunya yang sudah mengumumkan bahwa platform-nya sudah kembali beroperasi dengan baik. Meski WhatsApp tidak begitu populer di AS, ada 1,5 miliar pengguna global yang sebagian terimbas kondisi itu.
Facebook yang berkantor pusat di Menlo Park, California, AS, memiliki pengguna aktif bulanan sebanyak 2,32 miliar (per 31 Desember 2018). Sedangkan, pengguna aktif bulanan Telegram sekitar 200 juta akun.
Bertambahnya pengguna baru Telegram bukan berarti pengguna Facebook dan WhatsApp berkurang drastis. Hanya saja, hal itu tetap menjadi penghalang untuk rencana pertumbuhan jangka panjang yang dibuat Facebook.
Menurut Juru Bicara Facebook Travis Reed, pihaknya membuat perubahan konfigurasi server yang memicu serangkaian masalah. Klarifikasi itu sekaligus menyiratkan bantahan terhadap rumor adanya serangan penolakan layanan secara terdistribusi (DDos).
Belum ada informasi bagaimana Facebook akan menghadapi pengiklan yang marah dan dirugikan akibat sistem yang down. Perwakilan perusahaan mengatakan semua kemungkinan masih terbuka, termasuk untuk membayar biaya ganti rugi pengiklan.
Selain berkurangnya pengguna, Facebook juga kehilangan pendapatan dalam jumlah besar. Berdasarkan firma riset eMarketer, Facebook mendominasi sekitar 22 persen pasar periklanan digital dengan pendapatan iklan sekitar 90 juta dolar AS per hari.