REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Reward dan punishment, pasti kita sangat akrab dengan dua istilah tersebut. Reward atau penghargaan diberikan atas prestasi yang diraih. Sebaliknya, punishment atau hukuman diberikan atas perilaku melanggar aturan yang sudah ditetapkan.
Asep Sapa'at dari Litbang Klinik Pendidikan MIPA mengatakan reward dan punishment mesti diberikan dengan kadar yang tepat dalam konteks pendidikan anak. Reward menurutnya, diperlukan sebagai apresiasi terhadap usaha anak menumbuhkan perilaku baik.
Reward bisa memberikan dorongan yang lebih kuat bagi anak untuk konsisten melakukan perilaku baik. Dengan reward, anak semakin yakin bahwa perilaku yang dilakukannya sudah benar. Namun demikian, menurut Asep, reward yang diberikan sebaiknya bersifat mendidik.
Dalam buku berjudul Time Out dalam Parenting: Mengasuh Anak itu Mudah dan Menyenangkan (2015) yang ditulis Dokter Zulaehah Hidayati dan Ratihwah Munar Wahyu, S. Si, disajikan beberapa hal yang harus diperhatikan agar pemberian reward bisa efektif memberikan dorongan dan motivasi agar anak konsisten melakukan perilaku baik dalam meraih prestasi.
Pertama, pilihlah kata yang tepat agar anak tidak berpikir mereka melakukan perilaku demi mendapatkan reward. Contoh pemilihan kata yang kurang tepat, “Kalau sudah makan, nanti ibu kasih uang untuk jajan.” Yang dipahami anak, jajan itu diperbolehkan. Selain itu, anak berpikir kalau makan sehari tiga kali berarti bisa mendapatkan jajan tuga kali juga. Anak pun berpikir orang tua punya banyak uang untuk jajan.
Asep menambahkan, apa sebetulnya yang ingin ditanamkan tentang perilaku makan dan jajan? Makan tentu bukan tugas yang harus dilakukan demi mendapatkan jajan, tapi untuk membuat badan menjadi sehat.
"Sementara itu, apakah anak boleh jajan? Tentu boleh saja. Definisi jajan adalah membeli makanan selain makanan pokok," ujarnya seperti dalam siaran pers.
Namun jika jajan diperbolehkan setiap selesai makan dan itu dilakukan sampai tiga kali, tentu akan menimbulkan berbagai efek negatif. Jadi, susunan kata berikut lebih tepat dipergunakan untuk mengindikasikan reward kepada anak: “Ayo makan, De, supaya badan menjadi sehat".
Kedua, memilih jenis reward yang tepat. Contoh jenis reward yang kurang tepat bentuknya: “Setiap kamu berhasil puasa, nanti ibu beri uang Rp 5.000“ atau “Kalau kamu berhasil puasa sebuan penuh, nanti Ayah belikan Playstation.
Asep mengatakan konsekuensi dari pemilihan reward yang keliru bisa membuat anak berpikir bahwa jika dia puasa, dia akan mendapatkan uang atau mainan. Apa yang ingin ditanamkan pada benak anak tentang puasa? Tentu jawabannya adalah untuk menjalankan perintah Allah dan endapatkan berbagai manfaat puasa, yaitu sehat, berlatih kesabaran, empati terhadap orang miskin, meningkatkan kesalehan, dan meraih derajat takwa.
Ucapan syukur, pujian, dan sebuah acara buka puasa bersama yang menyenangkan menjadi pilihan reward yang tepat untuk menguatkan pemahaman anak terhadap manfaat berperilaku baik, bukan sebagai imbalan atas sikap baiknya tersebut.
"Selamat memberikan reward yang tepat Ayah dan Bunda. Silakan dicoba," kata Asep.