Selasa 05 Mar 2019 05:00 WIB

Kenapa Waktu Terasa Singkat Saat Bersenang-senang?

Fenomena ini ternyata berkaitan dengan persepsi otak terhadap waktu.

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Ani Nursalikah
Buang waktu (ilustrasi)
Buang waktu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap orang memiliki jatah waktu 24 jam yang sama setiap harinya. Namun, bagi orang-orang yang sedang melakukan kegiatan menyenangkan, waktu bisa terasa berjalan lebih cepat dari biasanya. Mengapa?

Waktu pada dasarnya berlalu dengan kecepatan yang konstan setiap saat. Kekacauan yang mungkin terjadi pada laju waktu hanya sekitar satu detik per 300 juta tahun.

Akan tetapi, otak memiliki cara sendiri dalam memaknai ritme waktu ini. Terkadang, waktu bisa terasa berlalu sangat lambat. Sebaliknya, waktu juga bisa terasa berlalu sangat cepat.

Fenomena ini ternyata berkaitan dengan persepsi otak terhadap waktu. Persepsi otak terhadap waktu dipengaruhi dengan ekspektasi.

"Tiap pikiran memiliki cakrawala yang beragam," ujar ahli neurosains Michael Shadlen dari Columbia University Irving Medical Center seperti dilansir Live Science.

Sebagai contoh, cakrawala dalam buku terletak pada akhir dari setiap suku kata, akhir setiap kata, akhir setiap kalimat dan seterusnya. Waktu akan bergerak berdasarkan antisipasi seseorang terhadap cakrawala-cakrawala ini.

Ketika seseorang merasa sangat senang terhadap sesuatu, otak akan melihat cakrawala yang dekat dan cakrawala yang jauh. Hal ini membuat waktu tampak berlalu dengan sangat cepat.

Sebaliknya, ketika merasa bosan, seseorang cenderung hanya akan mengantisipasi cakrawala paling dekat. Misalnya melihat akhir demi akhir sebuah kalimat dibandingkan akhir sebuah cerita dalam buku. Akibatnya, waktu akan terasa berlalu sangat lambat.

"Hampir pasti ada banyak mekanisme waktu dalam otak," jawab ahli neurosains Joe Paton dari Champailamaud Foundation.

Salah satu mekanismenya melibatkan kecepatan sel oktak dalam mengaktivasi sel otak lain dan membentuk jaringan ketika seseorang melakukan sesuatu. Semakin cepat jaringan ini terbentuk, semakin cepat pula otak mempersepsikan waktu. Teori ini telah dibuktikan dalam penelitian terhadap model hewan coba tikus.

Mekanisme lainnya melibatkan zat kimia dalam otak. Menurut penelitian, ada sekumpulan saraf yang melepaskan neurotransmitter bernama dopamin. Dopamin merupakan zat kimia yang penting untuk memberikan perasaan senang. Pelepasan dopamin ini dapat mempengaruhi cara otak mempersepsikan waktu.

Ketika seseorang bersenang-senang, sel-sel di otak akan menjadi lebih aktif sehingga melepaskan banyak dopamin. Akibatnya, otak melihat waktu berlalu lebih cepat dari seharusnya. Sebaliknya, saat merasa tidak senang, sel-sel di otak ini tidak akan melepaskan banyak dopamin sehingga waktu terasa berjalan lambat.

Teori lain menurut David Eagleman, persepsi seseorang terhadap durasi waktu berkaitan dengan cara otak menyimpan memori pada saat itu. Jaringan saraf yang menyimpan memori baru lebih padat dibandingkan jaringan saraf yang berurusan dengan memori yang tidak baru.

Sebagai contoh, seseorang akan merasa waktu berlalu cukup lambat ketika melakukan penerbangan jangka panjang ke suatu tempat untuk pertama kalinya. Namun, ketika melakukan perjalanan yang sama untuk kedua atau ketiga kalinya, penerbangan jangka panjang tersebut akan terasa lebih singkat.

Oleh karena itu, waktu cenderung terasa lebih cepat berlalu seiring dengan bertambahnya usia. Alasannya, beragam hal yang ditemukan anak-anak merupakan pengalaman dan memori baru bagi mereka. Namun, orang dewasa cenderung sudah mengalami banyak hal atau kejadian yang serupa berulang kali sehingga tak banyak memori baru yang dibentuk. Tak heran bila orang dewasa lebih banyak mengeluh tentang waktu yang berlalu lebih cepat.

"Waktu tampak berlalu lebih cepat seiring dengan bertambahnya usia Anda," kata Eagleman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement