REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kadang orang bertanya-tanya bagaimana api kemudian menghasilkan panas dan warna merah. Chris Deziel, seorang sarjana Fisika dan Master Humaniora di Kanada telah melakukan riset terhadap api. Dirinya mengungkap bahwa api merupakan proses pembakaran atau sebuah reaksi kimia.
Dalam tulisannya yang dilansir dari Sciencing, Chris mengatakan di Bumi, sebagian besar kebakaran adalah hasil pembakaran reaksi kimia antara bahan bakar dan senyawa oksigen. "dalam banyak kasus, oksigen molekuler," Ungkapnya seperti yang dikutip dari Sciencing, (15/2)
Sebagai reaksi eksotermik, api melepaskan panas, tetapi ketika pembakaran meningkat, nyala api mulai naik dan menari di atas. Di dalam substansi pembakaran dengan warna nyala api bergantung pada jumlah panas yang dilepaskan.
Chris Deziel, yang juga dosen sains, matematika, dan bahasa Inggris di tingkat universitas, baik di negara asalnya, Kanada maupun di Jepang tersebut menjelaskan juga mengenai warna api yang ternyata menyesuaikan suhu panas pada api.
Dalam artikelnya dijelaskan, ternyata api berwarna merah merupakan api yang memiliki suhu terdingin diantara jenis warna api yang lain. Sedangkan api yang terpanas adalah api putih, biasanya sering muncul ketika suhu sangat panas dan memancarkan berbagai warna pada saat bersamaan.
"Temperatur sekitar 500 derajat celcius menghasilkan cahaya merah, dan suhu antara 600 dan 1.000 derajat celcius menghasilkan api merah. Nyala api berubah warna menjadi jingga antara 1.000 dan 1.200 derajat celcius dan menjadi kuning antara 1.200 dan 1.400 derajat celcius. Pada suhu yang lebih panas, warna nyala bergerak ke ujung biru-ungu dari spektrum yang terlihat." Jelasnya.
Suhu dan warna api sesuai dengan temperatur yang ada. Temperatur naik secara bertahap selama pembakaran, dan api terjadi hanya ketika suhu mencapai titik untuk bahan bakar menguap dan bergabung dengan oksigen.