Selasa 19 Feb 2019 16:37 WIB

Perang Tagar Usai Debat Pilpres Putaran Kedua

Perang tagar sengaja terus dilakukan demi membangun opini di masyarakat

Rep: Mabruroh/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Kompetisi tagar
Foto: republika
Kompetisi tagar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pertarungan sengit antara calon presiden (capres) 01 dan 02 makin terlihat mendekati pemilihan presiden (Pilpres) April 2019. Bukan saja pertarungan resmi melalui ajang debat yang difasilitasi KPU, tapi juga warganet yang meramaikan jagat media sosial dengan pemberian hastag atau tanda pagar di setiap cuitan mereka.

Contohnya saja, pasca debat putaran kedua Ahad (17/2) malam kemarin, memunculkan #CapresPembohongKelautAje. 

Misalnya tanda pagar yang dibuat oleh @Princeharry1st yang mengatakan 

“Bohong 1 : Impor jagung, bohong 2 : produksi sawit, bohong 3 : Mbangun jaringan 4G , bohong 4 : konflik pembebasan lahan, Bohong 5 : kebakaran hutan, Bohong 6 : produksi beras, Bohong 7 : jalan desa. Wuih, bohong koq berseri kayak sinetron,”#CapresPembohongKelautAje

Tagar ini pun seolah dibalas dengan #JokowiMenangPrabowoNyerah dan #JokowiMemberikanBukti. Misalnya yang tertulis pada akun milik @Rita_amalia69 “Capres... Unicorn aja engga paham bagaimana mau memimpin negara? #JokowiMenangPrabowoKalah,"

Namun yang paling trending dari perang tagar pagi ini adalah tagar bosenjugayaa. Misalnya dari akun milik @dellafatma “Dulu di twitter engga ada tempat buat politik sekarang hampir engga ada tempat buat hiburan tagar BosenJugaYaa

Menurut Pakar Media Sosial Ismail Fahmi, perang tagar ini setiap hari terjadi terus menerus dari dua kubu. Tujuannya kata Fahmi, untuk membangun opini di masyarakat.

“Jadi makanya pemilihan kata-kata di dalam tagar itu, menggambarkan itulah opini atau persepsi yang mereka ingin tanamkan di publik,” kata dia.

Misalnya lanjut Fahmi, tagar yang sebelumnya ingin dibangun kubu 01 yakni Joko Widodo -Ma`ruf Amin adalah tagar KerjaNyata dan JokowiTidakMemberikanJanjiSaja. Kemudian sekarang muncul tagar CapresPembohongKelautAje. Menurutnya tidak ada perbedaan karena sama-sama persepsi yang ingin dibangun kedua kubu.

“Itu persepsi sebetulnya, tidak semuanya bisa berimpek tapi dari kubu masing-masing paling tidak untuk loyalitas,” kata Fahmi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement