Selasa 19 Feb 2019 10:01 WIB

Musik Motivasi Otak untuk Belajar

Musik bisa disamakan layaknya hadiah makanan atau uang.

Rep: MGROL116/ Red: Ani Nursalikah
Siswa bermain musik biola di Taman Suropati, Jakarta.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Siswa bermain musik biola di Taman Suropati, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manusia telah membuat dan mendengarkan musik serta menari diiringi musik sejak zaman dahulu. Seni ini dapat dengan mudah menenangkan atau memperkuat emosi. Penelitian baru menjelaskan apa efek musik di otak dan bagaimana kaitannya dengan proses kognitif tertentu, khususnya pembelajaran.

Dikutip di Medical News Today, dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menunjukkan minat lebih pada bagaimana mendengarkan musik secara pragmatis dapat bermanfaat bagi kita dalam berbagai cara. Misalnya, penelitian ini telah menyarankan, orang dengan penyakit alzheimer yang menghadapi kecemasan dan emosi stres lainnya dapat diatasi dengan lebih baik ketika mereka mendengarkan musik.

Baca Juga

Mendengarkan jenis musik tertentu bahkan dapat mengubah persepsi kita dan mengubah cara kita melihat calon pasangan. Sedangkan, lagu-lagu bahagia dapat membantu meningkatkan kreativitas kita.

Dalam sebuah studi baru, temuan yang menjadi fitur dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS), peneliti dari McGill University di Montreal, Kanada kini telah menunjukkan kita dapat menggunakan musik untuk mengaktifkan pusat penghargaan otak dan memotivasi pembelajaran dalam model prediksi kesalahan.

Penelitian menggunakan tugas belajar hadiah musik dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) fungsional untuk memahami bagaimana musik yang menyenangkan memotivasi otak untuk belajar dan berjuang untuk hadiahnya. Tim bekerja dengan 20 peserta yang berusia antara 18 dan 27 tahun untuk meminta mereka ambil bagian dalam percobaan penghargaan musik.

Setiap orang harus memilih kombinasi warna dan arah, dan masing-masing kombinasi memiliki kemungkinan yang berbeda dari peserta untuk mendengarkan musik yang menyenangkan atau trek audio yang tidak harmonis dan tidak menyenangkan. Setelah beberapa upaya, para peserta mempelajari kombinasi mana yang harus mereka pilih untuk meningkatkan kesempatan mereka mengakses hadiah musik yang menyenangkan.

Sementara para sukarelawan berpartisipasi dalam tugas ini, para peneliti menggunakan MRI fungsional untuk mengukur aktivitas otak mereka. Kemudian, dengan menggunakan algoritma khusus, para peneliti menghitung perbedaan antara seberapa sering peserta diharapkan menerima hadiah mereka dan berapa kali mereka benar-benar menerimanya.

Ketika membandingkan data ini lebih jauh dengan pemindaian MRI fungsional, tim menemukan prediksi yang benar berkorelasi dengan peningkatan aktivitas di area otak yang disebut nucleus accumbens, yang penelitian sebelumnya telah dikaitkan dengan pengalaman kesenangan ketika mendengarkan musik. Temuan ini menunjukkan musik merupakan hadiah yang layak dan dapat memberikan motivasi yang cukup bagi otak untuk mempelajari informasi baru yang memungkinkannya mengakses sumber kesenangan ini dengan lebih mudah.

Selain itu, para peserta yang menemukan kombinasi yang tepat dan membuat prediksi yang benar paling sering yang berkorelasi dengan aktivitas yang meningkat dalam nukleus accumbens setiap kali. Selain itu, juga membuat kemajuan belajar paling banyak di seluruh tugas.

"Studi ini menambah pemahaman kita tentang bagaimana rangsangan abstrak seperti musik mengaktifkan pusat kesenangan otak kita," kata penulis studi, Benjamin Gold.

Hasil penelitian mereka menunjukkan, acara musik dapat menimbulkan kesalahan prediksi-prediksi model secara formal seperti yang diamati untuk hadiah nyata, seperti makanan atau uang. Benjamin Gold mengatakan, sinyal-sinyal ini mendukung pembelajaran. Ini menyiratkan proses prediksi mungkin memainkan peran yang jauh lebih luas dalam hadiah dan kesenangan daripada terealisasi sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement