REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Facebook kini lebih dari sekadar platform berbagi foto dan video. Pada Senin (21/1) Facebook merilis fitur baru yang disebut Community Action. Lewat fitur ini, pengguna bisa membuat halaman petisi untuk mendiskusikan sebuah isu bahkan mendorong pejabat tertentu melakukan apa yang menjadi aspirasi masyarakat.
Dikutip dari Tech Crunch, cara kerja Community Action mirip dengan laman Change.org. Selain itu, pengguna juga bisa menautkan nama pejabat tertentu yang ingin mereka ajak berdiskusi. Akan tetapi, hanya pejabat-pejabat lokal yang bisa ditarik ke dalam halaman petisi. Itulah mengapa pengguna tidak bisa mengajak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Wakilnya, Mike Pence terlibat diskusi.
Dalam contoh yang ditampilkan Facebook, petisi yang bisa dibuat misalnya seruan untuk menambah jumlah tempat sampah di Pease Park. Usulan ini muncul karena masyarakat melihat banyak sampah berserakan, sedangkan jumlah tempat sampah tidak memadai.
Agar dapat berpartisipasi dalam sebuah petisi, pengguna terlebih dahulu harus memencet tombol 'Support'. Setelah berpartisipasi, pengguna dapat menuliskan opini dan komentarnya di halaman petisi. Tujuan dibuatnya halaman Community Action adalah membuat sebuah isu menjadi viral dan menjaring dukungan masyarakat.
Di halaman petisi para pengguna juga dapat menggagas aksi penggalangan dana dan mengorganisir sebuah kampanye. Akan tetapi, kehadiran halaman petisi oleh Facebook bak pisau bermata dua.
Di satu sisi Action Community bisa menjadi wadah bagi masyarakat menyalurkan aspirasi dan memperkenalkan gerakan yang digagasnya. Namun, di sisi lain fitur ini rentan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menyebar propaganda dan menuliskan komentar jahat. Menyikapi kekhawatiran ini, Facebook mengklaim akan merancang penandaan pengguna, algoritma proaktif, dan moderator manusia untuk menjaga agar diskusi di halaman petisi tetap sehat.