Sabtu 05 Jan 2019 09:13 WIB

Hindari Kecelakaan Pesawat, Sebaiknya Pilot Lakukan Ini

Pilot wajib terus mengasah kemampuannya hingga tak melulu andalkan peralatan.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Ruang kendali pilot pesawat.
Foto: PxHere
Ruang kendali pilot pesawat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa kecelakaan penerbangan yang terjadi belakangan ini bukan sepenuhnya kesalahan peralatan mesin. Pilot, juga wajib terus mengasah kemampuan dalam orientasi arah dan ketinggian sehingga tidak hanya sepenuhnya mengandalkan pada peralatan apabila

terjadi hal darurat. Salah satu masalah yang kerap terjadi dalam masalah penerbangan adalah disorientasi arah dan ketinggian.

Sebagai bagian dari pengembangan dunia penerbangan, Pemerintah Indonesia beberapa waktu lalu menyediakan perlengkapan Advance Orientation Trainer (AOT). AOT adalah perlengkapan tercanggih saat ini di dunia penerbangan yang berfungsi untuk melatih penerbang dalam mengantisipasi kondisi kejadian luar biasa yang dialami saat terbang.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan Indonesia (Perdospi), dr Wawan Mulyawan, SpBS, mengatakan pilot kalau tidak melihat instrumen atau monitor akan mengandalkan matanya. "Kalau lurus jalan terus, padahal menukik, tercebur kelaut, itu seperti kejadian Adam Air yang di Makassar. Pilot merasa masih lurus, padahal menukik. Pada saat itu monitor rusak. Oleh sebab itu maskapai harus menjamin monitor tidak boleh rusak, karena pilot tidak memiliki pedoman," ujarnya.

Karena itu mereka harus dilatih dengan AOT, supaya mereka percaya instrumen. Sedangkan percaya instrumen adalah pengetahuan diubah menjadi otomatisasi dan kebiasaan. "Latihan disorientasi di sini, ada 21 kejadian disorientasi atau ilusi. Ilusi tidak realitas, dia merasa seperti ini padahal tidak," tambahnya.

Kepala Seleksi Pendidikan Pelatihan dan Pengembangan Lakespra Saryanto yang juga operator AOT, Wardaya menjelaskan ada beberapa ilusi seperti pitch up illusion, pada saat kick off, pilot tiba-tiba merasa terdorong ke belakang. Apa yang harus dilakukan pilot? Kalau pilot melihat instrumen, berarti dia seolah-olah merasa di terdorong ke belakang, padahal pesawat ke depan.

"Biasanya kita tahu, kalau percaya indera kita bisa sebabkan disorientasi. Berapapun jam terbangnya diorientasi bisa terjadi," ujarnya.

Disorientasi bisa terjadi di atas ketinggian 5.000 karena sudah masuk ke awan, kalau cuaca jelek kurang dari 5.000 bisa terjadi disorientasi. Disorientasi ini disebabkan oleh tiga hal, visual, pestikuler, dan progessetor. Visual berarti pandangan pestikuler itu telinga, progesetor itu berdiri.  

"Seorang pilot mau landing, runway kelihatan kecil seperti ada slot, bisa nampak seperti jauh dekat, itu bahaya  visual. Sedangkan dari kanal sirkularis, pada saat belok kanan atau kiri, dia seolah agak miring, padahal pesawat lurus," ujarnya.

Karena itu mereka harus dilatih dengan AOT. Pelatihan dilakukan rutin dua tahun sekali untuk pilot pesawat tempur di Angkatan Udara. Sedangkan pilot pesawat transportasi tiga tahun sekali.

“Kefektifan alat itu, walaupun tidak ada pilot kebal disorientasi juga hipoksia, banyak insiden karena disorientasi. Dalam alat ini demonstrasikan visual, pestikuler dan progessetor itu diberikan kepada pilot semua. Sehingga mereka terlatih dan bisa menghindari kecelakaan," tambahnya.

Alat ini berasal dari Austria dan di Indonesia hanya ada satu yang masuk tahun 2017. Negara lain sudah banyak menggunakan sejak 2007. Sebelumnya Indonesia menggunakan Basic Orientation Trainer (BOT). Untuk proses pelatihan berjalan sekitar 30 menit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement