Senin 17 Dec 2018 09:27 WIB

Sisa Lahan Hijau di Dunia Didominasi Lima Negara

Hanya 23 persen dari planet Bumi yang 'bebas' dari aktivitas manusia.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Esthi Maharani
Lahan Hijau New York, AS.
Lahan Hijau New York, AS.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beratus tahun silam, mayoritas daratan dan lautan di planet Bumi adalah alam liar di mana flora dan fauna hidup bebas. Namun, saat ini populasi global telah meningkat empat kali lipat dan dominasi manusia terhadap Bumi kian meningkat.

Menurut sebuah artikel ilmiah yang terbit di jurnal Nature, aktivitas manusia berdampak secara langsung terhadap kondisi Bumi. Lokasi terdampak itu tercatat sebanyak 77 persen daratan dan 87 persen lautan (tidak termasuk Antartika).

Informasi yang mengkhawatirkan, hanya 23 persen dari planet Bumi yang 'bebas' dari aktivitas manusia. Menurut kajian tersebut, luasnya tidak sampai 10 ribu kilometer persegi. Sekitar 94 persen dari ruang itu berada di dalam batas wilayah 20 negara.

Sebanyak 70 persen dari hutan belantara yang tersisa di dunia berlokasi di lima negara, yakni Rusia, Kanada, Australia, Amerika Serikat, dan Brasil. Lokasi itu disoroti sebagai "penyangga" penting ekosistem di tengah perubahan iklim.

Alam liar merupakan benteng yang sangat penting terhadap berbagai peristiwa alam. Salah satu contoh, para penulis menunjukkan simulasi yang menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang yang baik memberikan perlindungan dua kali lipat terhadap tsunami.

Menurut artikel, sebanyak 40 persen emisi karbon di daerah tropis disebabkan oleh deforestasi dan kerusakan alam liar. Itu sebabnya, jika hutan yang tersebar di seluruh dunia perlahan hancur, bisa diperkirakan apa dampak buruknya bagi Bumi.

Masalahnya, tiap negara memiliki kebijakan berbeda terkait perlindungan lokasi tersebut. Kalaupun ada undang-undang yang mengatur dengan ketat soal lingkungan, sifatnya tidak universal serta tidak selalu ditegakkan dengan benar dan efektif.

Studi menyarankan penerapan kerangka kerja perlindungan ekosistem dalam ranah global. "Kita sudah kehilangan begitu banyak. Kita harus memahami peluang ini untuk mengamankan ekosistem sebelum menghilang selamanya," tulis para peneliti, dikutip dari laman IFL Science.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement