Rabu 12 Dec 2018 07:47 WIB

Lima Serangan Siber Paling Merusak Sepanjang Sejarah

Salah satu yang merusak adalah WannaCry melumpuhkan 200 ribu komputer di 150 negara

Rep: Christiyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
WannaCry (ilustrasi)
Foto: networkworld.com
WannaCry (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Telah banyak serangan siber yang terjadi, baik dari jenis paling biasa hingga tercanggih. Dalam kasus terburuk yang pernah terjadi misalnya, pengguna mendapatkan ancaman pembayaran tebusan di layar, memberitahukan bahwa komputer dienkripsi dan kunci dapat dibuka apabila telah melakukan pembayaran. 

Selain itu juga terdapat malware senyap, yang bertindak diam-diam tersembunyi dalam perangkat untuk memaksimalkan pencurian data sebelum aksinya tertangkap. Kebanyakan orang masih belum mengetahui seberapa besar bahaya yang ditimbulkan dari serangan siber.

Karena, para pelaku kejahatan siber dapat menyerang mulai dari level industri hingga nasional dengan konsekuensi yang luar biasa. Berikut adalah lima serangan siber paling spektakuler yang terjadi sepanjang sejarahnya berdasarkan data yang dirilis Kaspersky Lab. 

1. WannaCry

Serangan WannaCry membuat ransomware dan malware dikenal oleh semua pengguna, termasuk mereka yang tidak dapat membedakan byte dengan bite. Dalam empat hari, penyebaran WannaCry membuat lumpuh lebih dari 200 ribu komputer di 150 negara. Di beberapa rumah sakit, WannaCry mengenkripsi keseluruhan perangkat termasuk peralatan medis, dan beberapa pabrik terpaksa menghentikan kegiatan produksi.

2. NotPetya / ExPetr

Ada pendapat yang mengatakan serangan yang paling merugikan bukanlah WannaCry,  melainkan malware pengenkripsi lainnya (secara teknis adalah penghapus namun tidak mengubah dasarnya) yang disebut ExPetr, juga dikenal sebagai NotPetya. Prinsip operasinya sama: Menggunakan EternalBlue dan EtrernalRomance yang mengeksploitasi, worm yang bergerak di Web, kemudian meng-enkripsi segalanya di jalurnya. 

Meskipun lebih kecil dalam hal jumlah mesin yang terinfeksi, Notpetya sendiri menjadi epidemi malware yang 'lebih mahal' karena menargetkan sektor bisnis dengan perkiraan kerugian mencapai 10 miliar dolar. Sedangkan WannaCry, menurut berbagai perkiraan, menghasilkan kerugian pada kisaran 4–8 miliar dolar. NotPetya dianggap sebagai serangan siber global paling mahal dalam sejarah. 

3. DarkHotel

Bukan rahasia lagi jaringan Wi-Fi publik di kafe atau bandara bukanlah yang paling aman. Masih banyak yang percaya bahwa Wi-Fi hotel masih jauh lebih aman. Karena walaupun jaringan hotel masih bersifat publik, setidaknya diperlukan otorisasi untuk mengaksesnya. 

Kesalahpahaman semacam itu telah merugikan banyak karyawan perusahaan berangking dan berposisi tinggi. Saat terhubung ke jaringan hotel, mereka diminta untuk menginstal pembaruan yang terlihat sah pada perangkat lunak yang popular.

Selanjutnya perangkat mereka akan langsung terinfeksi dengan spyware DarkHotel, yang secara khusus dilakukan oleh penyerang ke jaringan beberapa hari sebelum kedatangan pengguna dan dihapus beberapa hari setelahnya. Spyware tersembunyi tersebut mencatat keystroke dan memungkinkan pelaku kejahatan siber untuk melakukan serangan phishing yang ditargetkan.

4. Stuxnet 

Mungkin malware ini yang paling terkenal dengan serangan yang kompleks dan multifaset. Stuxnet menonaktifkan sentrifugal pengayaan uranium di Iran sehingga memperlambat program nuklir di negara tersebut selama beberapa tahun. Stuxnet adalah yang paling pertama dibicarakan terkait penggunaan senjata siber terhadap sistem industri. 

Pada saat itu, tidak ada yang bisa menandingi Stuxnet untuk kerumitan atau kelihaiannya yang dapat menyebarkan worm secara sembunyi melalui perangkat USB, bahkan menembus komputer yang tidak terhubung ke Internet atau jaringan lokal.

5. Mirai 

Keberadaan Botnet sudah terpantau sejak lama, tetapi kemunculan Internet of Things memberikan kehidupan baru bagi Botnet. Perangkat-perangkat yang sebelumnya tidak pernah diperhatikan keamanannya dan belum terpasang antivirus tiba-tiba mulai terinfeksi dalam skala besar. 

Perangkat ini kemudian melacak perangkat lainnya dari jenis yang sama dan segera menyebarkan penularan. Armada zombie ini dibangun di atas sebuah malware yang dinamai Mirai (diterjemahkan dari bahasa Jepang sebagai "masa depan"), yang terus tumbuh penyebarannya sembari menunggu instruksi. 

Kemudian pada 21 Oktober 2016 pemilik botnet raksasa ini memutuskan untuk menguji kemampuannya. Sang pemilik memerintahkan jutaan perekam video digital, router, kamera IP, dan peralatan 'pintar' lainnya membanjiri penyedia layanan DNS Dyn. 

Dyn tidak bisa menahan serangan DDoS yang begitu besar. DNS, serta layanannya tidak dapat berjalan. Layanan seperti PayPal, Twitter, Netflix, Spotify, layanan online PlayStation, dan banyak lainnya di Amerika Serikat terkena dampaknya. Dyn akhirnya pulih, tetapi skala serangan Mirai yang besar membuat dunia duduk dan berpikir tentang keamanan perangkat pintar. 

Fenomena ini akhirnya membangunkan kesadaran semua orang akan keamanan siber. Serangan Mirai dimulai dengan serangan pada jutaan perangkat pintar kecil (seperti kamera web dan mesin cuci) dan pada akhirnya dikenal sebagai 'The Fall of the Internet'. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement