Selasa 11 Dec 2018 10:44 WIB

Cerita ITB Soal Temuan Gading Berusia 1,5 Juta Tahun

Fosil gading ditemukan di Majalengka

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Dwi Murdaningsih
Tim Laboratorium Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB) menemukan fosil berupa sepasang gading hewan purba Stegodon berumur Plestosen Awal atau sekitar 1,5 juta tahun lalu.
Foto: itb
Tim Laboratorium Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB) menemukan fosil berupa sepasang gading hewan purba Stegodon berumur Plestosen Awal atau sekitar 1,5 juta tahun lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim Laboratorium Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB) menemukan fosil berupa sepasang gading hewan purba Stegodon berumur Plestosen Awal atau sekitar 1,5 juta tahun lalu. Anggota tim peneliti. Aswan menceritakan awalnya penemuan ini diberitahu oleh penduduk setempat bahwa di salah satu bagian tepi sungai ditemukan fosil yang seperti gading.

Setelah digali lebih dalam, didapatkanlah fosil tersebut terdapat dua pasang. "Sampai akhirnya kita angkat meskipun tidak utuh dan perlu dilakukan rekonstruksi," ujarnya.

Anggota tim peneliti. Mika R. Puspaningrum menjelaskan, jika dilihat dari besar ukuran gading, Stegodon ini berjenis kelamin jantan dengan tinggi tubuhnya lebih dari 3 meter. Ini termasuk gading Stegodon dewasa bahkan sudah sangat tua. Hal itu terlihat dari ujung gading yang sudah aus atau berbentuk pipih.

"Spesies ini kemungkinan trigonocephalus yang ada di Jawa, kemungkinan saat pulau Jawa ini baru menjadi daratan, dari makanan juga lebih banyak daun dan rumput-rumputan," ujar Ahli Stegodon ini.

Mika menambahkan, karena ditemukan di sedimen yang berupa lempung, jadi kemungkinan Stegodon ini matinya karena terperosok.

Saat melakukan proses ekskavasi fosil, kesulitan yang dihadapi ialah fosil berada pada batuan pejal dan keras sehingga memerlukan ketekunan dan ketelitian. Di samping itu, cuaca saat ekskavasi juga sedang turun hujan, bahkan pada saat ekskavasi terkena banjir bandang sehingga lokasi ekskavasi fosil terkena banjir dan galian fosil terendam air.

Dengan kondisi lapangan yang terkena banjir, maka ekskavasi dihentikan untuk menunggu agar air surut. Akibat terendam air banjir, kondisi fosil menjadi rapuh, begitu juga batu lempung menjadi tambah liat sehingga semakin menyulitkan untuk ekskavasi pengambilan fosil.

Setelah seharian ekskavasi, akhirnya fosil Gading Stegodon dapat diangkat, tetapi dalam keadaan yang lapuk dan rapuh sehingga hancur terfragmentasi. Semua hancuran fosil tersebut dibawa ke Lab. Paleontologi ITB, lalu dibawa ke Museum Geologi Bandung untuk restorasi dan rekonstruksi.

Nur Rochim selaku teknisi tim mengatakan, teknik pengambilan gading di lapangan sangat sulit karena jarak dari jalan raya ke lokasi jauh, sehingga sulit diangkat menggunakan alat besar dan alat berat. Oleh karena itu gading diangkat menggunakan tenaga lokal secara manual.

"Adapun pengambilan sangat sulit karena pada saat itu cuaca sedang tidak bersahabat, hujan deras, di sini pun (fosil) banyak yang tidak bisa keangkat secara utuh," ujarnya.

Dia melanjutkan, ada teknik khusus yang dilakukan. Sebelum diangkat, gading ini dicetak terlebih dahulu memakai gypsum, ditempel pakai serat-serat kain halus agar terdapat cetakan. Cetakan tersebut akan sangat berfungsi apabila gading ini tidak didapat secara utuh. "Jadi tidak sembarang diangkat," katanya.

Karena ini gading yang ditemukan sepasang, kemungkinan masih ada fosil lain di bawah gading tersebut. Untuk mengeluarkan fosil lain itu, diakui Dr. Yan Rizal sebagai dosen dan anggota tim, perlu dana tak sedikit. Temuan ini sangat penting untuk melihat fosil utuh Stegodon dan untuk penelitian lanjutan.

Selama ekskavasi di lapangan, transportasi fosil ke Bandung dan rekonstruksi/restorasi dilakukan oleh para ahli dari Museum Geologi – Badan Geologi Bandung yang juga dapat terlaksana atas bantuan finansial dari LAPI ITB. Kini fosil tersebut dipajang di Lobby Prodi Teknik Geologi ITB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement