REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru menunjukkan angka peningkatan emisi karbon dioksida di udara. Sepanjang 2018, Emisi karbon dioksida di seluruh dunia meningkat sekitar 2,7 persen.
Studi yang dirilis oleh Global Carbon Project menemukan ada 40,9 miliar ton karbon dioksida pada tahun ini. Jumlah ini naik dari 39,8 miliar pada tahun lalu dengan margin kesalahan sekitar satu persen di kedua sisinya.
Penelitian yang dilakukan oleh proyek ini merupakan kolaborasi ilmiah internasional dari akademisi, pemerintah dan industri yang melacak emisi gas rumah kaca. “Ini adalah berita buruk,” kata Co-Director Climate Interactive Andrew Jones, seperti yang dilansir dari Fox, Kamis (6/12).
“Setiap tahun kami menunda aksi iklim yang serius, tujuan Kesepakatan Paris menjadi lebih sulit dipenuhi,” ujarnya.
Kesepakatan Paris menetapkan dua gol. Tujuan jangka panjangnya adalah akan membatasi pemanasan global hingga tidak lebih dari 1,8 derajat dari tingkat yang ada. Tujuan yang lebih ambisius membatasi pemanasan hingga 0,9 derajat dari sekarang.
Proyek Karbon Global menggunakan laporan pemerintah dan industri untuk menghasilkan angka emisi final untuk 2017 dan proyeksi untuk 2018 berdasarkan pada empat pencemar terbesar yakni, Cina, Amerika Serikat, India, dan Uni Eropa.
AS, yang telah terus-menerus, mengurangi polusi karbonnya menunjukkan peningkatan emisi yang signifikan sebesar 2,5 persen sejak 2013. Cina penghasil emisi karbon terbesar dunia mengalami peningkatan terbesar sejak 2011, yakni 4,6 persen.
Menurut penulis utama dalam penelitian Corrine Le Quere, peningkatan ini adalah pemeriksaan realitas. Le Quere mengatakan ia tidak berpikir dunia akan kembali ke peningkatan karbon dioksida yang lebih besar yang terlihat dari 2003 hingga 2008.
Ia berpikir faktor yang tidak biasa sedang bermain tahun ini. AS memiliki kombinasi musim panas dan musim dingin.
Hal itu membutuhkan penggunaan listrik untuk pemanas dan pendinginan. Sementara itu, bagi negara Cina, manufaktur di sana masih bertenaga batubara.