Kamis 22 Nov 2018 05:35 WIB

Observatorium Bosscha: Sejarah, Teleskop, dan Ancaman

Observatorium Bosscha merupakan observatorium terbesar di Indonesia.

Suasana komplek Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, saat pengamatan hilal oleh tim Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama pihak-pihak terkait, Kamis (14/6).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Suasana komplek Observatorium Bosscha di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, saat pengamatan hilal oleh tim Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama pihak-pihak terkait, Kamis (14/6).

REPUBLIKA.CO.ID, LEMBANG -- Observatorium Bosscha yang berada Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, menjadi tempat yang wajib dikunjungi, terutama bagi pelajar dan pecinta astronomi. Bosscha adalah medium wisata bernilai mengenai keantariksaan.

Observatorium Bosscha merupakan lembaga riset yang berada di bawah naungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung (FMIPA ITB). Hingga saat ini, Observatorium Bosscha merupakan observatorium terbesar di Indonesia.

Sebenarnya Obervatorium Bosscha merupakan lembaga khusus untuk pendidikan dan penelitian. Namun, banyaknya permintaan untuk mengenal lebih jauh terkait astronomi membuat observatorium dibuka untuk umum.

Kepala Staf Informasi Bosscha Denny Mandey menceritakan, Bosscha dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging atau Perhimpunan Pengamat Bintang Hindia Belanda pada 1923. Tujuannya memajukan ilmu astronomi di Hindia Belanda.

Mulanya, astronom berkebangsaan Belanda kelahiran Madiun, J Voute bermimpi bisa membangun pusat penelitian antariksa di Pulau Jawa. Nasib baik mengantarkan padanya bertemu dengan Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan kebun Malabar. Voute kemudian menceritakan kepada Bosscha tentang mimpinya membangun pusat pengamatan dan penelitian astronomi.

Bak gayung bersambut, Bosscha yang juga memiliki ketertarikan terhadap ilmu pengetahuan menyambut baik mimpi Voute. Pada 1923, KAR Bosscha menjadi perintis sekaligus penyandang dana pembangunan Observatorium.

Kemudian Bosscha dan kolega-koleganya mulai mengusahakan pembelian Teleskop Refraktor Ganda Zeiss dan Teleskop Refraktor Bamberg. Pembangunan Observatorium sendiri diselesaikan pada 1928 dengan rancangan arsitek K CP Wolf Schoemacher, yang juga merupakan guru Presiden Soekarno saat di Technische Hoogeschool te Bandoeng (Institut Teknologi Bandung).

Denny menuturkan, pembangunan observatorium dikerjakan secara cermat dan matang dengan memperhatikan perhitungan geometrik patahan Lembang. "Karena Lembang merupakan kawasan rawan gempa sehingga dalam menentukan lokasinya pun merujuk pada peta geologi. Dan lokasi Bosscha berada persis di tepi patahan Lembang. Bukit ini terdiri dari batu cadas yang dilipisi tanah jadi cenderung lebih stabil," kata dia.

Kini di usia 90 tahun berdirinya, Observatorium Bosscha dinyatakan sebagai Benda Cagar Budaya oleh Pemerintah pada 2004. Oleh karena itu, keberadaan Observatorium Bosscha dilindungi UU Nomor 2/1992 tentang Benda Cagar Budaya. Selanjutnya, pada 2008, pemerintah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu objek vital nasional yang harus diamankan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement