REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Provinsi Jawa Barat berpeluang memiliki kawasan industri telekomunikasi untuk memenuhi tingginya permintaan perangkat telekomunikasi berteknologi tinggi seperti fiber optic. Apalagi, saat ini, kebutuhan perangkat tersebut mayoritas masih impor.
Menurut Ketua Komite Korea Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Bandung yang juga CEO PT Borsya Cipta Communica, Boris Syaifullah, gagasan itu muncul melihat peluang penyediaan produk telekomunikasi yang saat ini masih mengandalkan impor.
“Kami ingin di Jabar ada kawasan industri l yang berbasis telekomunikasi. Karena di Indonesia belum ada," ujar Boris di sela HUT ke 3 PT Borsya Cipta Communica di kawasan Biz Park, Kopo, Bandung, akhir pekan lalu.
Boris mengatakan, kawasan industri telekomunikasi harus ada karena peluang untuk mengisi produk itu sangat besar. Bahkan, peluangnya sampai 40 tahun ke depan masih ada.
Menurutnya, perusahannya setidaknya telah memulai sebagai cikal bakal lahirnya industri telekomunikasi di Jabar. Selain itu, pihaknya juga sudah menjalin komunikasi dengan pengusaha Oman dan Cina untuk merealisasikan rencana tersebut.
“Produk telekomunikasi kita ini kan sementara ini banyak impor. Walaupun sebenarnya itu tidak perlu impor," katanya.
Karena, kata dia, dari produk A sampai Z bisa dibuat semua di Bandung, Jawa Barat. Tinggal mau atau tidak pengusahanya menyisihkan untuk perusahaan telekomunikasi in.
Boris mencontohkan, PT Borsya Cipta Communica (BCC) di bawah kekuasannya telah mencatat pertumbuhan kinerja cukup pesat dalam waktu tiga tahun. Pesatnya perkembangan perusahannya tak lepas dari komposisi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) produk fiber optik yang mencapai 45 persen.
Boris mengakui, saat ini, ada 18 mitra Telkom Akses yang bekerja sama dengan PT Telekomunikasi Indonesia untuk penyediaan produk fiber optic pasif. Tetapi, karena produknya dibuat di Indonesia, sehingga paling banyak mendapat order proyek. "Alhamdulillah BCC yang target awal Rp 19 miliar per tahun," katanya.
Saat ini, kata dia, kinerjanya sudah menyampai Rp 50 miliar untuk penjualan barang. Targetnya, tahun depan jadi Rp 50 miliar per bulan. "Kami targetnya sebenarnya bukan sekarang, tapi nanti setelah Indonesia full fiber optic, nanti kami bekerja di servicenya,” kata Boris.
Ketua Kadin Kota Bandung Iwa Kartiwa mengatakan, teknologi optic ke depan adalah kebutuhan. Pangsa pasar ini adalah sebuah peluang besar yang cukup bagus untuk dikembangkan di Indonesia. “Hampir semua sekarang menggunakan teknologi komunikasi. Ini peluang besar,” katanya.